Sukses

Budi, Korban Salah Tangkap Polisi

Selama enam bulan, Budi dipaksa mengaku telah membunuh ayahnya Ali Hartawinata. Selama pemeriksaan, Budi disiksa dan diintimidasi oleh oknum polisi di Polres Bekasi, Jabar.

Liputan6.com, Bekasi: Toko material Trubus di Jalan Raya Hankam, Jatiwarna, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat, masih menyisakan kepedihan bagi keluarga Eni. Tanggal 17 November empat tahun silam, Ali Hartawinata yang menjadi kepala keluarga di rumah itu ditemukan tewas. Ali terbujur kaku di lantai kamar mandi dengan luka bekas pukulan. Tak hanya itu, pelaku menghajar istri korban Eni hingga pingsan.

Namun kisah tragis tak berhenti sampai di situ. Budi Harjono, putra korban, yang semula diperiksa sebagai saksi tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka. Penyidik Kepolisian Sektor Pondok Gede menemukan sidik jari Budi pada bilah kayu yang digunakan pelaku untuk membunuh korban. Budi dituduh menghabisi Ali [baca: Budi Membunuh Ayahnya karena Kesal].

Selama enam bulan, Budi menjadi pesakitan. Selama itu pula Budi menerima siksaan fisik dan mental. "Malapetaka dimulai saat saya dipindahkan ke Polres [Kepolisian Resor] Bekasi," kenang Budi dalam dialog Liputan 6 SCTV di Jakarta, Rabu (5/7) petang. Ia sekeluarga diintimidasi untuk memberi kesaksian bahwa Budi-lah yang membunuh Ali.

Dalam pemeriksaan, polisi menyodorkan skenario yang menyebut Budi kalap saat melihat Ali memukuli Eni. Hal ini jelas dibantah Budi. Namun, oknum polisi di Polres Bekasi memiliki keyakinan lain. Penyangkalan Budi berbuah penyiksaan. "Saya disiksa secara lahir dan batin untuk mengaku menjadi pembunuh," ungkap Budi.

Polisi juga tak percaya dengan kesaksian keluarga yang menyebut Masin, kuli bangunan yang dipecat empat hari sebelum pembunuhan sebagai pelaku. "Saya mengatakan hal itu malah dituduh mencari kambing hitam," geram Budi. Akhirnya, mau tak mau Budi menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP). Budi menjadi tersangka dan diseret ke meja hijau.

Enam bulan berlalu, Budi nyaris menyerah. "Saya benar-benar kehilangan kepercayaan diri," ungkap Budi dengan nada kesal. Tetapi asa tetap tumbuh di dadanya. Pertarungan belum usai. Kebenaran masih bisa diperjuangkan di pengadilan.

Ketabahan Budi berbuah manis. Dalam sidang-sidang yang dijalaninya, majelis hakim menolak semua bukti yang diajukan. "Semua yang diajukan palsu. Otomatis mentah semua," imbuh pria yang saat itu mengenakan kemeja putih kotak-kotak. Budi mendapat penangguhan penahanan, tahanan kota, hingga akhirnya divonis bebas murni.

Misteri kasus pembunuhan Ali pun terkuak. Masin yang ditangkap jajaran Kepolisian Daerah Metro Jaya tak bisa mengelak. Masin mengaku membunuh Ali. Polisi hingga kini masih menyelidiki motif pembunuhan itu [baca: Misteri Pembunuhan Pengusaha Bangunan di Bekasi Terungkap].

Belajar dari kasus ini, Budi menarik kesimpulan bahwa dalam sistem yang tertata apik pun kadang ada kelemahan. Hanya disayangkan, nama baik keluarganya yang telanjur tercemar belum juga dipulihkan. "Masih ada stigma dalam keluarga besar kami, saya ini memang pembunuh," keluh Budi. Kata maaf pun tak pernah terucap dari oknum polisi yang pernah menyiksanya.

Walau demikian, Budi masih menjunjung tinggi supremasi hukum. Ia berharap institusi yang berwenang bisa menjerat polisi yang telah menindas dirinya. Dia pun berharap, polisi yang terlibat hendaknya dihukum seberat-beratnya atau diberikan sanksi. "Agar kasus ini tak terulang kembali," ujar Budi di akhir pembicaraannya.

Kasus salah tangkap yang dialami Budi bukanlah yang pertama terjadi di republik ini. Salah satu kasus salah tangkap yang fenomenal terjadi pada 1974. Sengkon dan Karta dibui karena dituduh merampok dan membunuh pasangan Sulaiman dan Siti Haya yang bermukim di Bojongsari, Bekasi. Keduanya harus mendekam di hotel prodeo selama nyaris 10 tahun untuk perbuatan yang tak pernah mereka lakukan sebelum akhirnya dibebaskan Mahkamah Agung.(TOZ/Tim Liputan 6 SCTV)

    Video Terkini