Sukses

Penyelidikan Penimbunan Senjata Belum Jelas

Puspom TNI AD hingga kini masih belum bersedia menginformasikan perkembangan pemeriksaan terhadap 31 saksi yang dipanggil. KSAD Jenderal Djoko Santoso juga belum memberi keterangan perkembangan kasus ini.

Liputan6.com, Jakarta: Penyelidikan skandal penimbunan senjata di kediaman almarhum Brigadir Jenderal TNI Koesmayadi hingga Rabu (5/7), belum menemukan titik terang. Terlebih, pihak Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI Angkatan Darat belum bersedia menginformasikan perkembangan pemeriksaan terhadap 31 saksi [baca: Timbunan Senjata Kemungkinan Praktik Bisnis].

Persoalan ini juga masih gelap ketika tokoh kunci yang disebut-sebut mengetahui hal ini, yaitu Komandan Polisi Militer Hendar Yusuf Pandji belum memberi keterangan pers terbaru. Informasi terbaru juga belum dilontarkan Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal Djoko Santoso. Padahal TNI AD pernah berjanji akan terbuka mengenai kasus penimbunan senjata dan amunisi di rumah mendiang Wakil Asisten Logistik Kepala Staf TNI AD itu.

Adapun motif penimbunan senjata oleh Koesmayadi juga masih simpang siur. Banyak pertanyaan menggelayut di benak publik atas persoalan ini. Mulai dari mana senjata berasal hingga penggunaan senjata.

Koordinator Panitia Anggaran Komisi I DPR Happy Bone Zulkarnain, misalnya. Ia menduga, Koesmayadi memperoleh senjata-senjata itu secara legal yang berasal dari kelebihan pengiriman barang oleh rekanan bisnis TNI. Pengawasan yang lemah sekali lagi menjadi alasan barang berbahaya itu dikuasai secara pribadi oleh almarhum.

Happy menambahkan, pengadaan senjata oleh TNI sedianya ditempuh melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Ketika membeli, TNI bisa menunjuk rekanan atau melakoni sendiri. Rekanan yang resmi tentunya tidak akan curang, misalnya dengan mengurangi atau menambah jumlah senjata. "Jangankan senjata yang begitu banyak, satu butir peluru aja dia (anggota TNI) akan mempertanggungjawabkan," jelas Happy.

Pada prosesnya, sebelum membeli senjata, tentara harus mendapatkan persetujuan dari Panitia Anggaran DPR. Mereka harus memasukkan usulan jenis dan jumlah senjata yang akan dibeli. Namun anggaran itu tak sepenuhnya akan dipenuhi karena anggota Dewan masih akan membahas kembali tingkat kepentingan pembelian tersebut.

Terkait penemuan senjata tersebut, Bone menduga hal itu terjadi akibat kelemahan manajemen pengadaan barang TNI AD. Kekurangan terjadi terutama sewaktu Koesmayadi masih aktif menjabat posisi itu pada 2002. Kelemahan ini khususnya dalam hal masuknya barang dan pencatatan. Inilah yang dimanfaatkan sejumlah pihak tertentu dengan motivasi bisnis. Ia berharap kasus ini tidak terulang lagi karena dapat merusak kepercayaan publik terhadap TNI.(AIS/Tim Liputan 6 SCTV)

    Video Terkini