Sukses

Purnawirawan Jenderal Pembabat Hutan Kaltim Masih Buron

Hingga kini polisi masih memburu Mayjen Purnawirawan Gusti Syarifuddin sebagai tersangka pembalakan liar di Kaltim. Jampidsus Hendarman Supandji menilai pelaku penebangan liar layak dikenai Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

Liputan6.com, Jakarta: Kalimantan seolah menjadi surga bagi para pembalak liar. Kasus penebangan liar hutan banyak terjadi pulau terbesar di Tanah Air ini. Negara dirugikan hingga miliaran rupiah. Tak hanya itu, kerusakan alam yang berdampak banjir besar juga terjadi akibat aksi penggundulan hutan.

Salah satu tempat pembalakan liar dalam skala besar adalah di hulu Sungai Bulan, Kecamatan Mendawai, Kalimantan Tengah. Lokasi tersebut bisa dicapai dengan berperahu selama tujuh jam dari ibu kota Kabupaten Katingan, Kalteng. Di tempat itu, ditemukan sekitar 500 ribu potong kayu yang diduga ditebang dari Taman Nasional Sebangau. Hingga kini, kasus itu masih ditangani Kepolisian Daerah Kalteng.

Pembalakan liar juga terjadi di Kalimantan Timur. Kasus ini bahkan menyeret nama Mayor Jenderal Purnawirawan Gusti Syarifuddin sebagai tersangka. Ia diduga menjadi tersangka pembabatan hutan yang dilakukan PT Tunggul Buana Perkasa, CV Sanggam Jaya Abadi, dan PT Putra Bulungan Sakti [baca: Polri Bertekad Menindak Dalang Penebang Liar]. Hingga kini, Syarifuddin masih masih buron.

Kepala Polda Kaltim Inspektur Jenderal Polisi D.P.M. Sitompul meminta Syarifuddin yang kini masuk dalam status daftar pencarian orang untuk segera menyerahkan diri. Pihaknya sejauh ini telah menahan dua rekan tersangka. Berkas para tersangka telah disiapkan untuk segera dilimpahkan kepada Kejaksaan Tinggi Kaltim.

Menteri Kehutanan M.S. Kaban menengarai masih ada oknum penegak hukum yang ikut bermain dalam pembalakan liar sehingga proses penegakan hukum tidak maksimal. Kaban menilai tak ada alasan bagi tersangka Syarifuddin lepas dari jerat hukum meski kondisi kesehatannya tak memadai.

Sementara itu Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Hendarman Supandji menilai pelaku pembalakan liar tak hanya dijerat peraturan perundangan umum. Mereka layak dikenai Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. "Kita menginginkan suatu tindakan hukum yang represif dengan hukuman yang keras paling tinggi seumur hidup atau 20 tahun," jelas Hendarman.(TOZ/Tim Liputan 6 SCTV)

    Video Terkini