Sukses

Permainan Curang Pom Bensin

Ratusan SPBU diketahui melakukan praktik kecurangan dengan mengurangi takaran BBM. Perjalanan bisnis kotor ini ternyata cukup berliku dan panjang dan justru awal mulanya berasal dari depo Pertamina.

Liputan6.com, Jakarta: Akhir Juli silam, kabar mengagetkan datang dari Pertamina. Berdasarkan temuan Tim Terpadu (Timdu) Penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM), sebanyak 228 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di 18 kota di Pulau Jawa diketahui telah melakukan kecurangan [baca: Pertamina: Ratusan SPBU di Pulau Jawa Curang].

Umumnya kecurangan dilakukan dengan cara mengurangi volume pengisian BBM dengan menggunakan kawat logam pada meteran. Bahkan ada SPBU yang mencurangi takaran hingga satu liter lebih untuk setiap 10 liternya.

Ternyata, praktik licik ini tidak hanya dilakukan para pengelola SPBU saja. Berdasarkan investigasi Tim Sigi, kisah permainan curang ini begitu panjang dan berliku. Bahkan sesungguhnya mata rantai bisnis kotor ini dimulai dari depo milik Pertamina sendiri.

Kasus ini mulai terkuak saat Timdu BBM melakukan inspeksi mendadak atau sidak sepanjang masa. Ini memang sudah menjadi tugas keseharian tim, yakni mengawasi dan memantau kinerja pelayanan SPBU. Secara acak tim biasanya meneliti sejumlah SPBU dan mengecek apakah mesin dispenser di pom bensin bekerja secara normal. Caranya, setiap mesin dites apakah angka kehilangannya lebih dari 0,5 persen.

Untuk pengujian, tim biasanya menggunakan bejana ukuran 10 literan. Dengan bejana standar seperti ini angka kekurangan atau kelebihan takaran diukur dan tak boleh lebih dari 50 cc. Ini adalah angka toleransi yang diperbolehkan sesuai Undang-undang No 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.

Tidak jarang tim menemukan pom bensin yang justru takarannya berlebih. Misalnya untuk setiap 10 liternya kelebihan takaran mencapai 100 cc atau sepersepuluh liter lebih. Konsumen memang diuntungkan jika membeli BBM di pom bensin seperti ini. Tapi, pengusaha akan merugi. Karena itu pengusaha diwajibkan menera atau mengukur ulang dispenser BBM ke Dinas Metrologi.

Menurut Ketua Tim Terpadu BBM Slamet Singgih, sejak Maret 2005 hingga Juli tahun ini, tim telah memeriksa secara acak ratusan pom bensin di Pulau Jawa. Hasilnya sungguh sangat mencengangkan. Lebih dari separuh pom bensin pernah melakukan kecurangan. Mulai dari mengurangi takaran, melayani pembelian dengan jeriken dan drum, mencampur dengan air, hingga mencuri takaran dengan merekayasa mesin dispenser. "Terakhir sekitar Juli silam kita menemukan kecurangan yang dilakukan dengan menggunakan remote control," kata Singgih.

Seperti yang terjadi di SPBU di Jalan Mangunjaya, Tambun, Bekasi, Jawa Barat. SPBU ini adalah salah satu dari tujuh pom bensin yang tertangkap basah sengaja merekayasa mesin pompanya dengan alat tambahan remote control. Tujuannya mencurangi takaran BBM hingga 100 cc per sepuluh liter. Saat tim datang untuk menginspeksi pom bensin milik Lyang Khok Ching ini, seorang pengawas tertangkap tangan tengah berusaha mematikan mesin pencuri takaran elektriknya.

Manajer pom bensin ini kepada Tim Sigi mengaku, pemasangan alat tersebut berasal dari idenya sendiri. Namun pria yang minta identitasnya dirahasiakan ini menyatakan, pom bensinnya bukan satu-satunya pemakai alat seperti ini. Cara seperti ini dilakukan untuk menutupi kerugian akibat penyusutan. "Ya terpaksa alatnya kita mainkan," katanya.

Sejak tertangkap basah pada 9 Juni silam, SPBU langsung disegel dan dikenai sanksi tidak boleh beroperasi selama dua bulan. Tidak hanya itu, pengelola pom bensin diwajibkan menera ulang semua dispenser yang dipakainya.

Singgih menambahkan, akibat praktik curang yang dilakukan para pengelola pom bensin nakal, tim mencatat setidaknya nilai kerugian mencapai 1,35 juta liter BBM dari berbagai jenis atau jika diuangkan mencapai Rp 47 miliar.

Langkah yang dilakukan Timdu BBM disambut baik masyarakat. Namun Himpunan Pengusaha Swasta Minyak Bumi dan Gas (Hiswana Migas) bersikap sebaliknya. Lembaga nirlaba para pengusaha SPBU itu menyebutkan temuan tim semestinya tidak diumumkan secara akumulatif per tahun. Alasannya banyak pom bensin yang dilansir berbuat curang, tapi sebetulnya sudah selesai menjalani sanksi dan kembali beroperasi normal. "Seperti SPBU di Tanah Abang, itu kan sudah selesai. Jadinya merusak citra nggak karu-karuan," kata Ketua Umum Hiswana Migas Mohammad Nur Adib.

Apalagi Nur mengakui, sebagian besar para pengusaha SPBU tidak mengetahui ada praktik kecurangan. Pom bensinnya dikontrakkan kepada orang lain karena tidak mampu mengelola sendiri. "Untuk menutupi biaya kontrak yang mahal, dia terpaksa nyolong," kata Nur [baca: Pemilik SPBU Nakal Terancam Dipecat].

Terlepas dari kontroversi temuan Timdu BBM, kasus SPBU curang terus terulang. Namun kecurangan dengan memakai alat canggih yang dikontrol dari jarak jauh memang baru kali ini terbongkar. Alat itu diduga telah banyak beredar dan dipakai di sejumlah pom bensin di Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabotabek)

Menurut pengakuan salah satu manajer SPBU, alat canggih seharga Rp 2,5 juta ini terbuat dari sebuah rangkaian elektronik yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga mampu mengecoh mesin dispenser digital sekalipun. Benda elektronik ini terdiri dari relay, serangkaian pembangkit pulsa, dan bagian IC memory. Tujuannya untuk mengecoh proses digitalisasi dispenser dan memutus kerja mesin dispenser secara periodik. Dengan begitu jumlah BBM yang dikeluarkan tidak sama atau terkurangi dari takaran semestinya.

Cara seperti ini terpaksa dilakukan untuk menutupi penyusutan. Dia mengaku pom bensin yang dikelolanya setiap bulan susut hingga 4.000 liter. "Kalau kita rugi terus, mau makan apa kita," katanya.

Sebelum ada alat canggih ini sejumlah SPBU mencurangi takaran dengan memasang kawat pengait pada roda atau gigi yang ada pada mesin dispenser. Dengan cara ini gigi atau roda pada pompa bensin berjalan lebih lambat. Berarti jumlah BBM yang dikeluarkan lebih sedikit dibanding angka yang berputar pada panel dispenser.

Pihak pengelola pom bensin berdalih kecurangan dilakukan karena ada penyusutan. Tuduhan mereka ternyata benar adanya. Dari penelusuran Tim Sigi, berkurangnya jumlah literan BBM berawal dari depo Pertamina.

Seperti terlihat di Depo Plumpang, Jakarta Utara. Sepintas tak ada yang aneh saat para tansportir resmi mengambil jatah BBM. Tapi di pintu belakang depo puluhan sepeda motor dan gerobak lalu lalang membawa jeriken penuh solar atau premium. Mereka adalah para penjual BBM irek atau irit dan ekonomis. Pedagang ini adalah para pengecer di pinggiran jalan yang mengais tirisan BBM dari tangki-tangki yang antre di depo atau menadah kelebihan muatan para transportir.

Kecurangan juga kerap dilakukan sopir tangki yang bekerjasama dengan orang dalam Pertamina. Biasanya sopir nakal ini minta segel tangki dikendorkan atau melebihkan muatannya dari jatah resmi sesuai deliver order atau surat pesanan sebuah SPBU. Dengan melebihkan muatan atau memainkan segel, sopir bisa "kencing" di jalan.

Menurut pengakuan seorang sopir, Jono--bukan nama sebenarnya--, kecurangan seperti ini sudah sering terjadi. Bahkan kencingan sopir tangki ini tidak hanya dilakukan kepada pedagang-pedagang kecil, tapi mulai merambah ke pengusaha-pengusaha besar. "Malah ada yang menjual lagi ke pom bensin dengan harga lebih murah," kata Jono.

Tudingan Jono terbukti. Baru-baru ini Timdu BBM berhasil menemukan lokasi kencingan di kawasan Cakung, Jakarta Timur. Kapasitas kencingannya mencapai 150 ribu liter. Kabarnya tempat ini dibekingi seorang oknum tentara berinisial S. "Sayangnya kami tidak menangkap pemilik dan pegawainya," kata Akmal Darwin, Wakil Ketua Timdu BBM.

Pekan silam, dua lokasi kencingan dengan kapasitas produksi dua kali lipat juga berhasil digerebek tim di Subang, Jabar. Lokasi kencingannya adalah CV Melly Jaya, sub kontraktor transportir resmi rekanan Pertamina daerah hulu Jawa bagian barat. Perusahaan ini bertugas mengangkut crude oil atau minyak mentah dari Babelan, Bekasi ke kilang Balongan, Indramayu. Namun dalam pelaksanaannya, dengan 22 tangki miliknya, perusahaan ini menjual solar dan minyak tanah ilegal dalam jumlah yang luar biasa.

Sepanjang Maret hingga Agustus, mereka telah menjual 332 ribu liter solar dan 41 ribu liter minyak tanah ilegal ke industri. Jika satu liter solar harganya Rp 4.700 rupiah seperti yang ditawarkan mereka, maka omzet Melly Jaya mencapai Rp 1,5 miliar lebih. Itu belum termasuk minyak tanah.

Sebuah dokumen pengakuan yang ditandatangani Elly, pemilik Melly Jaya menyebutkan, perusahaan mendapat BBM tak resmi dari Tirisan, Balongan, dan pangkalan ilegal milik Tariyah di Cirebon. Perusahaan ini juga memakai surat kontraktor Pertamina yang ternyata palsu. Aksi mereka dibekingi oknum politisi. Sedangkan pangkalan Tarwiyah dilindungi oknum purnawirawan polisi.

Pihak Pertamina tak membantah telah terjadi berbagai pelanggaran dalam pendistribusian BBM sejak dari depo. Pertamina juga tidak menampik adanya transportir nakal yang 'kencing' menurunkan muatannya di tengah perjalanan.

Menurut Kepala Divisi BBM Pertamina Pusat, Daelan Sutomo, kini pihaknya sedang menyiapkan sejumlah pembenahan di antaranya menyiapkan sistem pengamanan baru, seperti penggunaan segel elektrik, rencana mengambil alih transportasi, hingga sistem pembayaran oleh SPBU yang tidak lagi mendasarkan surat DO tapi jumlah liter BBM yang sampai ke pom bensin.

Terlepas dari solusi yang ditawarkan Pertamina, sistem baru itu tentu tak akan menjawab permasalahan jika mata rantai panjang permainan curang bisnis BBM tidak diputus. Penertiban harus dilakukan mulai dari orang dalam Pertamina, transportir, sopir, hingga pengelola SPBU nakal. Negeri ini mensubsidi berpuluh triliun rupiah per tahunnya agar BBM bisa dinikmati masyarakat. Sayangnya subsidi itu seolah menguap oleh aksi curang mereka.(IAN/Tim Sigi)

    Video Terkini