Sukses

Cumi-Cumi dan Ikan Pindang Masih Berformalin

Pengujian Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan dalam sebulan terakhir menemukan ikan pindang dan cumi-cumi masih berformalin. Zat pewarna bukan untuk makanan ada pula dalam jajanan.

Liputan6.com, Jakarta: Sejumlah produk pangan hasil perikanan dan kelautan yang ada di Jakarta ternyata masih mengandung formalin. Temuan tersebut didapat dari pengujian Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan dalam sebulan terakhir terhadap sampel ikan pindang dan cumi-cumi.

Pengujian mengambil sampel dari sejumlah nelayan yang ada di sekitar perairan Jakarta dan produk pangan hasil kelautan yang beredar di Ibu Kota. Dari hasil penelitian didapati sekitar 10 persen dari sekitar 200 sampel yang diuji masih mengandung formalin. Walaupun memang dalam kadar yang tak terlalu tinggi.

"Nanti kita telusuri apakah memang betul dia sengaja menambahkan atau memang mungkin itu yang tidak mereka tambahkan," kata Sri Haryati, Kasie Pengujian Balai Pengujian. Akan tetapi, tambah Sri, bisa saja zat berbahaya tersebut berasal dari pengolah ikan segar yang masuk melalui penyedia barang atau mungkin dari bahan-bahan lain.

Dengan menggunakan metode kualitatif, produk pangan yang akan diuji diberi larutan untuk mendapatkan larutan yang jernih. Setelah melewati sejumlah proses dengan bahan kimia, produk berformalin akan berubah warnanya.

Kendati sudah mengalami penurunan dibanding dulu, penggunaan zat pengawet jenazah dalam produk pangan--sekecil apa pun kadarnya--tetap tak dapat ditolerir karena dapat membahayakan kesehatan. Untuk itu pemerintah harus terus melakukan pengawasan terhadap penggunaan formalin pada produk pangan.

Selain formalin, Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI mensinyalir masih banyak produk pangan lain yang beredar membahayakan kesehatan. Salah satunya adalah jajanan yang menggunakan zat pewarna bukan untuk makanan. Demikian diungkapkan Prof. Dr. Dedi Fardiaz, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM.

Anak-anak umumnya hanya memerhatikan kemasan dan warna dari makanan atau minuman yang hendak dibeli. Mereka tidak memerhatikan keamanan dari panganan itu sendiri. Padahal bukan tak mungkin warna yang menarik berasal dari zat pewarna nonmakanan. Kebiasaan inilah yang harus diubah terutama bagi anak-anak usia sekolah. Yakni dengan menimbulkan kesadaran akan pentingnya memerhatikan keamanan dan mutu pangan.(MAK/Erlangga Wisnuaji dan Hengki Rahman)