Sukses

Alunan Indah Orgel Karya Romo Soetanto

Pembuatan sebuah orgel dibutuhkan waktu dua tahun karena proses pembuatannya yang rumit. Untuk membuat orgel bambu yang memiliki 4,5 oktaf dengan lima belas karakteristik bunyi dibutuhkan 700 pipa bambu.

Liputan6.com, Jakarta: Irama dari alat musik orgel yang dimainkan Romo Soetanto mengalun lembut dan indah. Alat musik yang terbuat dari bambu mirip dengan organ ini mungkin tak akan terdengar tanpa kehadiran Romo Soetanto. Rohaniwan di sebuah gereja di Jakarta itulah yang memprakarsai pembuatan orgel tersebut.

Keterlibatan pria bernama lengkap Antonius Soetanto dalam dunia musik bukanlah sesuatu yang luar biasa. Ia merupakan lulusan musik dari Universitas Utrecht, Belanda. Maka tak heran bila Soetanto tak membatasi kegiatannya pada aktivitas keagamaan saja, tapi juga kegiatan musik.

Pembuatan orgel terinspirasi dari alat musik organ yang dimainkan Soetanto. Pria berusia 68 tahun itu pertama kali membuat orgel di Belgia pada 1988. Keberhasilan tersebut membuat Soetanto bersemangat untuk membuat hal serupa di Tanah Air. Terlebih lagi bambu sebagai bahan baku dasar mudah didapat. "Lebih nasional, kedua juga lebih murah," imbuh pria kelahiran Yogyakarta tersebut di Jakarta, baru-baru ini.

Soetanto membuat orgel dibantu sejumlah karyawannya. Ini bisa dimaklumi, karena pembuatan orgel membutuhkan waktu yang lama yaitu sekitar dua tahun karena proses pembuatannya yang rumit. Lama pengerjaan berimbas pada biaya produksi yang mencapai sekitar Rp 200 juta setiap orgel.

Jumlah bambu yang diperlukan untuk membuat sebuah orgel berbeda satu sama lain tergantung karakteristik bunyi yang diinginkan. Misalnya, untuk membuat orgel bambu yang terdiri dari 4,5 oktaf dengan lima belas karakteristik bunyi atau registrasi, dibutuhkan sekitar 700 pipa bambu. Sebelum dipasang untuk mendapatkan hasil yang baik, bagian dari orgel yang sudah jadi diuji coba terlebih dahulu.

Selain sibuk di bengkel, Soetanto meluangkan waktu mengajarkan orgel kepada anak-anak. Setiap anak dapat mengikuti kursusnya tanpa dikenakan biaya. Tapi sebagai imbalan, Soetanto mewajibkan muridnya yang sudah bisa mengajarkan keahliannya kepada murid lain. Hal itu diakui Pita, salah seorang muridnya. "Kita memakai talenta kita kembali buat ngajarin orang lain kembali," ujar Pita.

Perbedaan materi dengan organ elektronik terkadang membuat murid-muridnya kesulitan saat memainkan orgel bambu. Tapi semua itu bisa diatasi dengan ketekunan Soetanto mengajar. Hasilnya bisa terlihat dari banyaknya murid pria berkacamata itu yang sudah fasih memainkan orgel. Buah dari ketekunannya, orgel karya Soetanto kini telah dipakai di berbagai gereja.(AIS/Satya Pandia)

    Video Terkini