Menurut Pemimpin Umum Tabloid Cahaya Nusantara Dini Kusdiani, baru-baru ini, pihaknya sengaja membidik kalangan pesantren yang jumlahnya mencapai 16 ribu buah dengan santrinya mencapai belasan juta orang karena belum terwakili dalam bacaan. Selain idealis, tabloid ini lahir karena dinilai pesaingnya relatif sangat kecil. "Dasar itulah kita melihat adanya pasar," ujar Dini.
Beberapa tahun sebelumnya media cetak berbahasa Cina lebih dahulu hadir. Bahkan, hingga saat ini masih bertahan. Salah satunya adalah Harian Indonesia. Menurut Pemimpin Redaksi Harian Indonesia C. Haryono, medianya mampu bertahan hingga 40 tahun karena adanya loyalitas pembaca yang didominasi kaum tua. Karena itu pihaknya kini tengah menyiapkan strategi menjangkau kalangan muda. "Belakangan ini mereka [anak muda] mulai belajar," ujar C. Haryono.
Adanya media nonlatin ini dinilai sejumlah pengamat media menjadi konsekuensi di era informasi karena masyarakat butuh media khas yang dirasakan lebih dekat. Seorang pengamat media Agus Sudibyo memperkirakan media dengan sasaran yang lebih sempit ini akan terus diminati dan menjadi media alternatif di tengah tingginya persaingan media berhuruf latin di Tanah Air.(ORS/Agus Hidayat)
Advertisement