Sukses

Masih Minim, Akses untuk Kaum Difabel

Akses dan fasilitas umum bagi 6,7 juta kaum penyandang cacat ternyata masih jauh dari memadai. Masih ada stigma yang memandang kaum difabel sebagai warga negara kelas dua.

Liputan6.com, Jakarta: Kaum difabel sedunia memperingati Hari Penyandang Cacat yang jatuh pada 3 Desember ini. Sejauh ini keberadaan penyandang cacat masih belum sepenuhnya diperhatikan. Salah satu contohnya adalah fasilitas publik buat mereka juga masih minim. Di Jakarta baru beberapa tempat yang menyediakan fasilitas meski diakui belum maksimal.

Umpamanya di Stasiun Kereta Api Gambir, Jakarta Pusat. Stasiun ini menyediakan kursi roda serta lift khusus. Mulai dari area parkir penyandang cacat yang memerlukan bantuan juga dapat memencet tombol untuk memanggil petugas di pintu masuk.

Sedangkan di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, sudah tersedia tempat berjalan khusus bagi penyandang cacat. Kendati demikian, tak semua fasilitas hiburan di tempat rekreasi ini dapat digunakan kaum difabel. Iwan, seorang tunanetra mengaku tak bisa leluasa saat hendak naik komidi putar sebab harus berdesakan dengan pengunjung lain. Gail Kohar, perempuan berkursi roda juga mengeluhkan jalur khusus kursi roda yang minim. "Berdesak begini, panas," ujar Gail.

Menurut pengelola Dunia Fantasi, sarana penyandang cacat sebenarnya sudah cukup memadai. Tapi memang tak semua tempat dilengkapi fasilitas atas dasar pertimbangan keamanan dan keselamatan kaum difabel.

Minimnya akses untuk penyandang cacat juga mendapat perhatian Siswadi, Ketua Umum Persatuan Penyandang Cacat Indonesia. Meski demikian, pria yang kehilangan tangan kanan akibat amputasi tetap menghargai upaya sejumlah pihak yang tetap berusaha menyediakan fasilitas umum bagi rekannya.

"Ini pekerjaan yang tidak bisa selesai setahun dua tahun karena menyangkut paradigma berpikir," kata Siswadi kepada reporter Sella Wangkar. Di mata Siswadi biaya untuk membangun sarana kaum difabel yang berjumlah 6,7 juta tak memerlukan banyak biaya.

Siswadi menduga belum terwujudnya sarana publik itu karena masih adanya stigma yang memandang orang cacat sebagai warga negara kelas dua. Siswadi sendiri yakin kaumnya akan mampu bersaing bahkan melebihi orang normal bila diberi kesempatan.(MAK/Tim Liputan 6 SCTV)

    Video Terkini