Sukses

Sembilan Provinsi Setuju Larangan Memelihara Unggas

Kesepakatan ini dihasilkan dalam rapat koordinasi lintas sektor untuk mencegah penyebaran virus flu burung yang semakin mengkhawatirkan. Larangan memelihara unggas nonkomersial di permukiman ini untuk memutus penularan virus H5N1.

Liputan6.com, Jakarta: Perwakilan sembilan provinsi yang endemik atau rawan flu burung di Tanah Air sepakat melarang warganya memelihara unggas nonkomersial di sekitar permukiman. Langkah ini diambil saat rapat koordinasi lintas sektor untuk mencegah penyebaran virus avian influenza subtipe H5N1 yang kian mengkhawatirkan. Rapat ini di Jakarta, Kamis (18/1), dipimpin Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari [baca: Menkes Memimpin Rakor Flu Burung].

Larangan ini akan diatur dalam peraturan di masing-masing daerah, sesuai surat edaran Menteri Dalam Negeri tentang penanganan flu burung. Adapun sembilan provinsi itu adalah Sumatra Utara, Sumatra Barat, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan, di mana ditemukan kasus flu burung pada manusia.

Larangan memelihara unggas adalah satu di antara cara untuk memutus rantai penularan flu burung pada manusia. Larangan memelihara unggas di permukiman juga akan diberlakukan di seluruh wilayah di Indonesia, tanpa harus menemukan kasus flu burung pada manusia [baca: Pemeliharaan Unggas Secara Pribadi Dilarang].

Menyusul keputusan pemerintah melarang pemeliharaan unggas nonkomersial di sekitar perumahan, Pemerintah Kota Tangerang, Banten, justru tak melarang warganya memelihara unggas di permukiman. Wali Kota Tangerang Wahidin Halim berpendapat kondisi daerahnya berbeda dengan Ibu Kota. Walau demikian, pihaknya tetap menindaklanjuti keputusan pemerintah dengan melakukan penyemprotan terhadap unggas serta penyuluhan flu burung kepada warga.

Sementara di Ibu Kota, Dinas Peternakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bakal mengeluarkan sertifikat kesehatan unggas. Sertifikasi ini terkait dengan Peraturan Gubernur Nomor 5 Tahun 2007 tentang pelarangan unggas yang mulai berlaku pada 1 Februari mendatang [baca: Bulan Depan Warga Jakarta Dilarang Memelihara Unggas].

Rencana itu tampaknya melegakan kalangan peternak dan pencinta unggas. Terlebih, sertifikasi kesehatan terhadap unggas milik warga dilakukan tanpa dipungut biaya. Hanya, sertifikat ini diberikan kepada pemilik yang telah diperiksa kesehatan unggas peliharaannya.

Adanya pemberlakuan sertifikasi kesehatan unggas itu dinilai seorang warga pemilik burung berkicau tidak perlu dilakukan. Dia beralasan, burung-burung yang dimilikinya sudah mendapat perawatan cukup baik. Tapi, bila sertifikasi diberikan dengan gratis dan prosedurnya tidak rumit maka hal itu dapat diterima.

Saat ini, pihak Dinas Peternakan Jakarta tengah mempersiapkan tata cara mendapatkan sertifikasi kesehatan unggas. Warga yang mendaftarkan unggasnya di Dinas Pertenakan harus melalui beberapa tahap. Yakni, mengisi formulir, pemeriksaan kesehatan unggas, memperoleh stiker, hingga mendapat sertifikat.

Kendati begitu, rencana sertifikasi tersebut masih dibahas. Sertifikasi ini diupayakan secepatnya dilaksanakan. Setelah itu, sertifikat akan dikeluarkan tiga bulan setelah pengisian formulir dan pemeriksaan kesehatan unggas.

Wilayah Jakarta memang termasuk daerah endemik flu burung. Sejak 2005 hingga Januari 2007, kasus flu burung di Ibu Kota ada 20 kasus, 18 di antara pasien meninggal dunia. Lantaran itulah, langkah pemerintah pusat dan Pemprov Jakarta untuk memutus rantai penyebaran flu burung diharapkan berbuah hasil. Hanya saja, timbul sebuah pertanyaan. Benarkah cara tersebut efektif untuk meniadakan penyebaran virus mematikan tersebut?(ANS/Tim Liputan 6 SCTV)