Saat dikunjungi SCTV, belum lama ini, rumah-rumah yang sumpek berimpitan tampak rusak akibat terjangan banjir. Kerusakan rata-rata terjadi di bagian dapur yang memang menjorok ke sungai. Sebagian orang terlihat memperbaiki bagian rumah mereka yang rusak. Dengan kayu seadanya, mereka membenahi dapur agar bisa segera kembali digunakan.
Mereka terpaksa berkompromi meski banjir sewaktu-waktu menerjang kembali. Warga memilih bertahan di bantaran Sungai Ciliwung meski menjadi kawasan langganan banjir. Mereka tak punya pilihan lain selain harus tetap tinggal di kawasan tersebut. Apalagi mereka rata-rata telah menetap di bantaran tersebut sejak 1970.
Namun tak semua warga korban banjir bisa segera membenahi rumahnya. Bahkan sebagian lainnya harus rela bertahan di di pengungsian atau berpindah dari satu lokasi pengungsian ke panampungna lain. Tempat tinggal mereka rusak parah. Memperbaiki pun tak mampu karena tak ada biaya. Mereka hanya bisa pasrah.
Advertisement
Ratusan pengungsi dari Kampung Pulo, Jaktim, misalnya, yang kini tinggal di Lapangan Urip Sumoharjo. Mereka terpaksa tinggal berimpitan di bawah tenda setelah tempat pengungsian pertama yakni gedung Sekolah Santa Maria dipergunakan kembali untuk kegiatan belajar mengajar.
Banjir memang membawa nestapi. Namun bagi sebagian orang, banjir justru membawa sedikit keuntungan. Ketika jalan-jalan di Jakarta sulit dilalui karena terhalang genangan air, sebagian orang meraup rezeki menawarkan jasa membantu orang-orang yang ingin melintas.
Di jalan antara Tomang dan Grogol misalnya, sejumlah orang menawarkan diri membantu mengangkat sepeda motor ke jalan tol yang posisinya lebih tinggi. Ini menjadi pilihan untuk menghindari genangan air. Setiap sepeda motor yang diangkat dikenakan biaya sebesar Rp 5.000.
Di daerah banjir lainnya, sejumlah orang menawarkan jasa berupa tangga. Orang-orang bisa menggunakan tangga ini untuk sampai ke jalan yang posisinya lebih tinggi dan terbebas dari banjir. Jasa bertarif Rp 1.000 per orang ini ternyata cukup diminati.
Penyewaan gerobak ternyata masih menjadi favorit. Gerobak-gerobak ini digunakan untuk mengangkut orang serta kendaraan sepeda motor melewati genangan air. Meski tak murah yakni sekitar Rp 20 ribu, pengguna jasa ini tetap banyak.
Bisnis jasa di tengah banjir ini rupanya cukup menggiurkan. Setiap hari, rupiah yang bisa diraup mencapai Rp 200 ribu hingga Rp 400 ribu per orang. Sebuah potret kehidupan Jakarta dimana setiap kesempatan selalu bisa dimanfaatkan untuk mencari keuntungan.(TOZ/Tim Liputan 6 SCTV)