Sukses

Cliff Muntu Meninggal Akibat Kekerasan

Hasil otopsi yang diperoleh Inu Kencana, Dosen IPDN, Cliff Muntu meninggal karena menerima aksi kekerasan. Korban dilaporkan tewas usai menerima pukulan di dada dari 13 senior bersama 30 praja lainnya.

Liputan6.com, Jakarta: Kematian Cliff Muntu, praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Jatinangor, Jawa Barat, mulai terungkap. Inu Kencana, dosen IPDN, kepada reporter SCTV Bayu Sutiono di Liputan6 Pagi, Rabu (4/4), mengungkapkan, Cliff meninggal setelah menerima aksi kekerasan yang dilakukan 13 seniornya. Keterangan ini diperoleh Inu dari rekan-rekan korban yang turut mendapat penyiksaan.

Inu mengatakan, beberapa praja yang identitasnya minta dirahasiakan mengungkapkan, sebanyak 13 senior mengumpulkan 30 pembawa pataka, termasuk korban, di barak, Senin silam, pukul 22.00 WIB untuk dibina. Kata dibina jelas Inu, artinya dada praja dipukul dengan keras atau biasa disebut kancing.

Menurut hasil otopsi yang didapat Inu dari sumber sangat dipercaya, korban mengalami luka parah hingga ke jantung. Penjelasan ini bertentangan dengan pernyataan Nyoman Sumaryadi, Rektor IPDN, yang menyatakan korban tewas karena sakit lever akut. Namun pengungkapan ini menurut Inu, untuk membantu Rektor IPDN. "Karena beliau (Nyoman Sumaryadi) dibohongi dari bawah," jelas Inu [baca: Praja IPDN Meninggal di Kampus?].

Keyakinan Inu bahwa Cliff meninggal karena aksi kekerasan juga diyakini dokter dan polisi. "Jantung dan dadanya ada biru-biru," terang Inu yang diperoleh saat berbicara dengan dokter dan polisi usai pulang dari rumah sakit [baca: Kematian Siswa IPDN Mencurigakan].

Selain menjelaskan tentang sebab-sebab kematian korban, Inu juga membantah bahwa keluarga Cliff menolak anaknya diotopsi. "Tak ada keluarga menolak. Kita dengar sendiri bahwa keluarga meminta keterangan sejelas-jelas atas kematian anak mereka," sangkal Inu. Hal ini menyangkal pernyataan Profesor Doktor Lex Sigiron yang menyatakan keluarga Cliff Muntu tak setuju otopsi.

Atas kasus ini Inu meminta pihak IPDN tidak perlu membentuk tim untuk mengungkap kematian Cliff Mutu. "Tidak perlu membuat tim, biarkan saja polisi masuk," pinta Inu. Dia menambahkan, setelah reformasi di institut yang sebelumnya dikenal Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN), aksi kekerasan masih terus berlangsung. "Makin banyak dan menjadi-jadi," ungkap Inu [baca: Yang Teraniaya dalam Kenangan].

Sayang, aksi kekerasan tersebut tidak terungkap keluar. Menurut Inu, hal ini terjadi karena IPDN terbiasa dengan close organitation atau gerakan tutup mulut.(BOG)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini