Sejauh ini tujuh praja nindya ditahan karena diinilai terlibat langsung dalam kematian Cliff Muntu. Tiga tersangka yang baru terancam dipecat. Jika seluruh dugaan terbukti mereka terancam hukuman maksimal tujuh tahun penjara sesuai Pasal 170 dan Pasal 351 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Ke tujuh itu tergabung dalam Kelompok Sebelas atau praja nindya senior mulai dari tingkat tiga.
Polres Sumedang juga sedang menyelidiki orang yang menyuntikkan formalin atau pengawet mayat pada tubuh Cliff. Indikasi ada penyuntikan formalin dari penemuan sejumlah bekas suntikan di tubuh korban. Diduga kuat tersangka berusaha mengaburkan penyebab kematian praja asal Manado, Sulawesi Utara itu.
Tim investigasi Departemen Dalam Negeri melakukan penyelidikan di barak kontingen DKI Jakarta secara tertutup. Selain menanyai saksi, tim yang terdiri dari delapan orang juga melakukan rekonstruksi peristiwa yang berlangsung di barak kontingen DKI Jakarta. Tim tutup mulut usai penyelidikan. Mereka mengaku akan melaporkan dulu hasil investigasi kepada Menteri Dalam Negeri ad interim Widodo A.S, besok [baca: Tim Investigasi Depdagri Tiba di Kampus IPDN].
Advertisement
Kejadian Cliff Muntu makin mengukuhkan fakta bahwa kekerasan di Kampus IPDN yang sebelumnya bernama Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri tak pernah berhenti. Pengajar senior IPDN Inu Kencana mengungkapkan, 35 praja meninggal akibat kekerasan yang terjadi sejak tahun 1993. Namun hanya sepuluh korban yang peristiwanya terekspos media.
Bentuk penyiksaan terhadap praja, kata Inu, tak hanya pemukulan atau tendangan tapi juga siksa psikis seperti ditelanjangi atau bagi praja wanita disuruh memakan muntahan makanan. "Saya sudah bilang akan tetap bongkar setiap kasus. Ini bukan cari popularitas tapi berdasarkan cinta kasih dan nurani seorang guru," tegas Inu. Ia berbicara bukan tanpa data. Kepada reporter SCTV, Inu menunjukkan foto-foto yang memperlihatkan penyiksaan terhadap praja yunior.
Hasil investigasi dari Depdagri diharapkan akan menunjuk siapa-siapa saja pihak yang harus bertanggung jawab atas kematian Cliff. Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Utara meminta pemerintah pusat memecat Rektor IPDN Nyoman Sumaryadi karena ia dinilai paling bertanggung jawab. "Real tuntutan dari kita adalah rektornya diganti," kata Abid Takalminggan saat ditemui di Makassar.
Mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno menyatakan tidak setuju jika IPDN dibubarkan. Hari mengaku lebih setuju penerimaan praja baru untuk sementara dihentikan hingga angkatan yang ada selesai menuntaskan studi. "Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem itu. Apakah pelatihan, pengajaran, maupun pengasuhan termasuk perubahan revolusi kultural dari praja. Jadi perhatian itu jangan menganggap yuniornya itu boleh diapa-apain," ujar Hari.
Pemerintah juga mengecam kekerasan yang dialami Cliff Muntu dan puluhan praja lainnya. Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan kasus ini tetap diusut hingga terbeber semuanya.
Kekerasan yang terjadi di IPDN yang notabene kampus pencetak calon pejabat sipil, tak hanya membuat kita mengurut dada. Bagi keluarga korban, kekerasan yang merenggut nyawa memupuskan harapan dan cita-cita [baca: Tradisi "Shaolin" di Jatinangor]. Seorang mantan praja IPDN juga teman seangkatan Cliff memilih kabur karena tidak tahan dipukuli dan disiksa seniornya. Penganiayaan terjadi sejak ia menjadi siswa baru pada tahun 2005. "Dari sejak masuk sudah diancam. Ada kesalahan sedikit yang tidak masuk akal, dipukul. [Praja] Cewek yang bersalah, kita [praja pria] yang dihukum," kata seorang mantan siswa IPDN yang namanya menolak untuk disebutkan.
Kematian Cliff hanyalah potret kecil kekerasan di Kampus IPDN. Sayang, kampus yang didirikan untuk menghasilkan pemimpin masa depan ini, kini seolah menjadi monster yang menyeramkan. Pembenahan harus segera dilakukan agar sekolah megah ini tak menjadi kuburan bagi masa depan anak-anak muda Indonesia.(KEN/Tim Liputan 6 SCTV)