Sukses

Polisi Akan Memeriksa Dokter RS Al Islam

Setelah menahan tujuh mahasiswa tingkat tiga IPDN, Polres Sumedang, Jawa Barat, akan memeriksa dokter RS Al Islam, Bandung. Pemeriksaan dilakukan guna menguak pelaku penyuntikan formalin ke tubuh Cliff Muntu.

Liputan6.com, Sumedang: Jajaran Kepolisian Resor Sumedang, Jawa Barat, akan memeriksa dokter jaga dan penjaga kamar mayat Rumah Sakit Al Islam, Bandung, Jawa Barat. Mereka akan dimintai keterangan sebagai saksi atas kematian praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Cliff Muntu. Surat panggilan untuk mereka sudah dilayangkan polisi, Senin (9/4).

Pemeriksaan juga diperlukan guna menguak alasan dan siapa pelaku penyuntikan formalin ke tubuh Cliff. Karena itu, polisi juga akan memanggil petugas klinik IPDN sebab sebelum dibawa ke RS Al Islam, Cliff sempat dibawa ke klinik itu [baca: Pihak IPDN Mencoba Menutupi Kekerasan di Kampus].

Keberadaan bahan pengawet mayat di klinik IPDN sempat dipertanyakan Ketua Umum Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia, dokter Agus Purwadianto SH Msi SpF. Menurut dia, tidak wajar bila sebuah klinik memiliki persediaan formalin yang hanya berfungsi sebagai pengawet mayat.

Sebelumnya, seorang mahasiswa IPDN sempat memberikan kesaksian kepada ayahnya soal penyuntikan formalin ke tubuh Cliff guna mengaburkan penyebab kematian.

Sementara itu, hasil pemeriksaan laboratorium forensik terhadap jenazah praja asal Manado, Sulawesi Utara ini, baru selesai sebagian. Hasilnya pun belum diumumkan karena harus diberikan terlebih dulu kepada polisi.

Di tempat terpisah, setelah di nonaktifkan mengajar, Inu Kencana, dosen senior IPDN, hari ini akan didengar keterangannya oleh pihak Departemen Dalam Negeri. Pertemuan yang digelar di kampus IPDN, Jatingangor, Sumedang, Jabar ini, berlangsung tertutup.

Inu dipanggil terkait aksi kekerasan yang terjadi di kampus tempat dia mengajar. Sejak aksi ini merebak, Inu memang paling lantang menyuarakan kejadian itu.

Pemanggilan Inu sempat mengundang perhatian Ketua DPR, Agung Laksono. Agung merasa heran pemanggilan dilakukan secara mendadak. Semestinya, kata Agung, yang harus dinonaktifkan dan diperiksa adalah rektornya. "Pimpinannya yang harus diminta pertanggungjawaban, bukan dosennya," kata Agung.

Menanggapi hal tersebut, Rektor IPDN I Nyoman Sumaryadi meminta pihak lain agar tidak banyak komentar. "Komentarnya jangan macam-macam. Anda bukan pegawai negeri," kata Nyoman kepada wartawan.

Aksi kekerasan yang terjadi di IPDN rupanya tidak hanya menimpa mahasiswa junior. Para siswi alumni sekolah ini juga merasakan hal yang sama. Yuni, mantan mahasiswi Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri angkatan 2004, membenarkan adanya praktik kekerasan yang biasanya berlangsung pada malam hingga dini hari.

Kesaksian soal tradisi kekerasan di IPDN juga disuarakan Muslim Lahado, warga Kota Palu, Sulwesi Tengah. Dia harus merelakan anaknya Dody Rusdiansyah memupus impiannya menjadi Pamong Praja. Dody kabur karena tak tahan sering disiksa seniornya. Akibat siksaan itu, Dody pun mengalami cacat fisik.(IAN/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini