Liputan6.com, Sumedang: Kepolisian Resor Sumedang, Jawa Barat, Kamis (12/4), menetapkan satu orang lagi sebagai tersangka dalam kasus tewasnya Cliff Muntu, praja IPDN yang tewas dianiaya seniornya. Orang itu adalah Iyeng Supandi, karyawan sebuah yayasan kematian di Bandung, Jabar.
Iyeng mengaku menyuntikkan formalin ke mayat Cliff Muntu atas perintah Lexy Giroth, Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan IPDN. Iyeng menambahkan, penyuntikan formalin dilakukan untuk mengaburkan penyebab kematian Cliff [baca: Iyeng Supandi Mengaku Menyuntikkan Formalin].
Pernyataan Iyeng juga tidak menutup kemungkinan Lexy dalam waktu dekat akan ditetapkan sebagai tersangka baru. Apalagi Lexy membenarkan telah menyuruh penyuntikan formalin ke tubuh Cliff.
Lexy dikabarkan sempat dibawa pergi polisi usai melakukan penyidikan di barak kontingen DKI Jakarta di Kampus IPDN, semalam. Menurut informasi, Lexie dimintai keterangan di Markas Kepolisian Daerah Jabar, bukan di Markas Polres Sumedang. Namun, hingga berita ini disusun, Lexy belum tiba di Mapolda.
Sementara itu, Noldi dan Sherly Rondonuwu, orangtua Clif Muntu, berharap kekerasan di IPDN segera dihapuskan. Hal ini mereka kemukakan saat mengujungi Kampus IPDN hari ini. Mereka sempat melihat barak kontingen DKI yang menjadi saksi bisu kebrutalan praja nindya menyiksa Cliff hingga tewas.
Anggota DPRD Sulawesi Utara dan anggota Komisi II DPR juga mengujungi Kampus IPDN, hari ini. Mereka melihat secara langsung tempat kejadian dan meminta kematian Cliff diusut tuntas.
Rektor IPDN yang baru Johanis Kaloh berjanji akan mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan di IPDN dalam waktu tiga bulan. Johanis mengatakan, saat ini seluruh kegiatan yang dinilai rawan tindak kekerasan telah dibekukan.
Tapi janji Johanis yang akan melakukan perubahan fundamental tidak begitu saja dipercaya berbagai kalangan. Sejumlah gubernur mengatakan masih akan melarang putra dan putri daerah mendaftar ke IPDN sampai benar-benar telah terjadi perubahan yang konkret. "Perubahan fundamental itu apakah perubahan seragam atau apa," tanya H.B. Paliudju, Gubernur Sulawesi Tengah.
Sedangkan Saut Situmorang, Kepala Pusat Penerangan Departemen Dalam Negeri, mengaku tidak percaya akan ada boikot dan pendirian Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) di setiap provinsi. Saut juga melihat tidak ada celah peraturan bagi para gubernur untuk mendirikan APDN di setiap provinsi [baca: STPDN=IPDN, Mendidik atau Menyiksa?].(DNP/Tim Liputan 6 SCTV)
Iyeng mengaku menyuntikkan formalin ke mayat Cliff Muntu atas perintah Lexy Giroth, Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan IPDN. Iyeng menambahkan, penyuntikan formalin dilakukan untuk mengaburkan penyebab kematian Cliff [baca: Iyeng Supandi Mengaku Menyuntikkan Formalin].
Pernyataan Iyeng juga tidak menutup kemungkinan Lexy dalam waktu dekat akan ditetapkan sebagai tersangka baru. Apalagi Lexy membenarkan telah menyuruh penyuntikan formalin ke tubuh Cliff.
Lexy dikabarkan sempat dibawa pergi polisi usai melakukan penyidikan di barak kontingen DKI Jakarta di Kampus IPDN, semalam. Menurut informasi, Lexie dimintai keterangan di Markas Kepolisian Daerah Jabar, bukan di Markas Polres Sumedang. Namun, hingga berita ini disusun, Lexy belum tiba di Mapolda.
Sementara itu, Noldi dan Sherly Rondonuwu, orangtua Clif Muntu, berharap kekerasan di IPDN segera dihapuskan. Hal ini mereka kemukakan saat mengujungi Kampus IPDN hari ini. Mereka sempat melihat barak kontingen DKI yang menjadi saksi bisu kebrutalan praja nindya menyiksa Cliff hingga tewas.
Anggota DPRD Sulawesi Utara dan anggota Komisi II DPR juga mengujungi Kampus IPDN, hari ini. Mereka melihat secara langsung tempat kejadian dan meminta kematian Cliff diusut tuntas.
Rektor IPDN yang baru Johanis Kaloh berjanji akan mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan di IPDN dalam waktu tiga bulan. Johanis mengatakan, saat ini seluruh kegiatan yang dinilai rawan tindak kekerasan telah dibekukan.
Tapi janji Johanis yang akan melakukan perubahan fundamental tidak begitu saja dipercaya berbagai kalangan. Sejumlah gubernur mengatakan masih akan melarang putra dan putri daerah mendaftar ke IPDN sampai benar-benar telah terjadi perubahan yang konkret. "Perubahan fundamental itu apakah perubahan seragam atau apa," tanya H.B. Paliudju, Gubernur Sulawesi Tengah.
Sedangkan Saut Situmorang, Kepala Pusat Penerangan Departemen Dalam Negeri, mengaku tidak percaya akan ada boikot dan pendirian Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) di setiap provinsi. Saut juga melihat tidak ada celah peraturan bagi para gubernur untuk mendirikan APDN di setiap provinsi [baca: STPDN=IPDN, Mendidik atau Menyiksa?].(DNP/Tim Liputan 6 SCTV)