Sukses

Ryaas Rasyid Optimistis Mereformasi IPDN

Ketua Tim Evaluasi Penyelenggara Pendidikan IPDN Ryaas Rasyid optimistis timnya mampu mereformasi IPDN. Keputusan IPDN dibubarkan atau tetap dilanjutkan ada di tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Liputan6.com, Jakarta: Ketua Tim Evaluasi Penyelenggara Pendidikan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Ryaas Rasyid optimistis timnya akan berhasil mengemban tugas dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membenahi IPDN yang citranya jatuh karena banyak terjadi kekerasan di dalam kampus . "Kita memiliki orang-orang yang berkompeten, punya kemampuan mengevaluasi, dan adanya backup otoritas yang cukup dari Presiden," jelas Ryaas kepada reporter Alfito Deannova di Liputan 6 Petang SCTV, Sabtu (14/4).

Adapun tenggat waktu yang diberikan kepada tim evaluasi ini adalah dua bulan. Dalam melaksanakan tugasnya Ryaas dibantu delapan anggota. Di antaranya Arif Rahman, Seman Widjoyo, Eko Budihardjo, Supeno Djanari, Muklis Hamdi, Nasrudin, Ratna Djuwita Chaidir, dan Rini Panganti [baca: Presiden Menunjuk Ryaas Rasyid Membenahi IPDN].

Sebagai langkah awal, tim evaluasi ini akan mengumpulkan data-data seperti informasi dan catatan yang akan dirangkum dalam peta besar. "Jadi bukan hanya kekerasan, tetapi juga sistem pelajaran, manajemen, temasuk pengawasan," kata mantan Rektor Institut Ilmu Pemerintahan ini.

Terkait kemungkinan adanya kasus korupsi di IPDN, Ryaas mengatakan itu di luar kewenangan timnya. Kendati demikian, indikasi korupsi itu akan dicatat tetapi tidak mendalaminya. "Karena kita bukan ahlinya. Itu ada Badan Pemeriksa Keuangan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan," tegas Ryaas.

Ryaas mengungkapkan, hasil evaluasi timnya bakal menentukan apakah IPDN patut dipertahankan atau dibubarkan. Opsi-opsi itu nantinya akan dikembalikan kepada Presiden untuk menentukan rekomendasi mana yang dianggap paling layak dilaksanakan.

Alfitra Salam, mantan anggota evaluasi Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (nama lama IPDN), mengaku tidak optimistis dengan tim evaluasi yang dipimpin Ryaas Rasyid. Alasannya, tidak adanya tim monitoring hasil evaluasi. "Kalau tidak dibentuk, saya kira (hasilnya) sama saja," kata Alfitra.

Namun Ryaas tidak sependapat dengan Alfitra tentang tim monitoring hasil evaluasi. Menurut Ryaas, kewajiban memantau hasil tim evaluasi dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri. "Ia (mendagri) bisa menunjuk sekjen dari segi aparatur dan diklat dari segi pengajaran dan pendidikan. Cuma itu tidak diefektifkan," ucap Ryaas.

Ryaas menambahkan, timnya berbeda dengan tim evaluasi STPDN yang dibentuk 2003. Menurut Ryaas, tim evaluasi STPDN waktu itu mempertahankan sistem yang ada. "Mereka cuma mengusahakan agar sistem itu tidak esesif dan diselewengkan," imbuh Ryaas. Sedangkan tim evaluasi yang dibentuk Presiden Yudhoyono ini memungkikan untuk membuang satu elemen sistem pendidikan.

Seandainya IPDN tetap dilanjutkan, Ryaas mengatakan ini bukan hanya tanggung jawab Departemen Dalam Negeri tapi juga Departemen Pendidikan Nasional. Depdiknas harus memantau terus sistem kurikulum dan pengajaran, termasuk kualitas para dosen IPDN. Karena itu kata Ryaas, tak tertutup kemungkinan bakal banyak pergantian di Kampus IPDN.

Terkait adanya resistensi dari dalam IPDN, Ryaas mengakui hal itu ada. Orang-orang yang selama ini memperoleh keuntungan dari sistem yang amburadul di IPDN pasti tidak akan puas. "Tapi kita harus menghadapi itu," ucap Ryaas. Terkait adanya orang-orang yang bakal tidak puas dengan timnya, Ryaas akan mendiskusikan hal itu dengan para anggota tim.

Namun yang pasti tegas Ryaas, apa pun nama sekolah itu kalau tetap diteruskan, orientasinya harus akademis. Selain itu, polanya juga harus academy achievement. "Jadi tidak lagi terlalu kaku seperti sekarang ini.(BOG)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.