Liputan6.com, Bogor: Pelestarian lingkungan dan hewan menjadi perhatian banyak negara, termasuk Indonesia. Sayangnya, pemerintah dan masyarakat tak seluruhnya mau berperan aktif dalam pelestarian flora dan fauna. Upaya memang banyak dilakukan, tapi tak bisa tuntas karena berbagai kendala terutama masalah dana.
Akibat keterbatasan dana ini mengakibatkan pihak penangkaran rusa di Bukit Cariu, Jonggol, Bogor, Jawa Barat menjual rusa kepada sang penawar. Apa boleh buat. Setiap hektare lahan di penangkaran hanya dapat memberi rumput bagi 10 sampai 15 ekor. Populasi lebih dari 70 hewan elok bertanduk di wahana ini pun terancam.
Salah satu rusa penghuni penangkaran ini adalah Asep Sang Pemberani. Hewan ini menjadi favorit pengunjung karena rusa tutul (axis axis) ini sangat jinak. Selain Asep ada beberapa rusa spesies asli Indoneisa axis kuhlii atau dikenal sebagai rusa bawean. Mereka memilih di semak-semak atau berteduh di pohon pinus.
Selain ada rusa, alam yang asri membuat tempat ini banyak dikunjungi orang terutama pada akhir pekan. Apalagi untuk masuk penangkaran ini cukup merogoh uang sebesar Rp 2.500 per orang. Ada tambahan Rp 8.000 jika ingin berkemah. Meski dibuka untuk umum, tempat ini juga masih ideal bagi para peneliti.
Rusa dipastikan makin langkah karena perburuan hewan bertanduk ini ramai dilakukan oleh warga di Samarinda, Kalimantan Timur. Maklum, daging rusa atau payau mentah atau dendeng menjadi sajian khas sejumlah rumah makan di Samarinda. Penjual daging rusa pun banyak ditemui di Pasar Ijabah, Samarinda Ulu.
Daging payau bisa dibeli dengan harga Rp 40 ribu per kilogram dan dendeng payau harganya sekitar Rp 60 ribu per kilo. Sedangkan untuk menikmati satu tusuk sate rusa cukup dengan Rp 1.400. Salah satu penjual sate rusa adalah Depot 89, Jalan Kadrie Oening. Dalam sehari warung ini menghabiskan dua sampai tiga kilogram.
Tidak jauh berbeda dengan rusa, Komodo di Tanah Air juga mulai langka. Di Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta, misalnya. Kini tinggal tujuh komodo dari jumlah sebelumnya yakni mencapai 100 ekor. Padahal satwa liar yang bernama ilmiah varanus komodoensis ini tergolong binatang asli Indonesia.
Memang tidak kecil biaya makan komodo. Untuk tujuh ekor saja biaya yang dikeluarkan per bulan mencapai lebih dari Rp 2 juta. Biaya ini tidak sebanding dengan pemasukan kebun binatang. Maklum, setiap hari pihak kebun binatang harus menyediakan daging untuk para komodo. Selain itu harus rutin memberi obat.
Sejak 1992, Gembir Loka sebagai pusat konservasi dan penangkaran komodo. Keberhasilan dicatat pada 1994, saat 20 bayi komodo lahir. Hasil penangkaran sudah tersebar di berbagai kebun binatang bahkan ke luar negeri. Komodo juga bisa menjadi alat tukar dengan binatang lain untuk menambah koleksi.(JUM/Tim Liputan 6 SCTV)
Akibat keterbatasan dana ini mengakibatkan pihak penangkaran rusa di Bukit Cariu, Jonggol, Bogor, Jawa Barat menjual rusa kepada sang penawar. Apa boleh buat. Setiap hektare lahan di penangkaran hanya dapat memberi rumput bagi 10 sampai 15 ekor. Populasi lebih dari 70 hewan elok bertanduk di wahana ini pun terancam.
Salah satu rusa penghuni penangkaran ini adalah Asep Sang Pemberani. Hewan ini menjadi favorit pengunjung karena rusa tutul (axis axis) ini sangat jinak. Selain Asep ada beberapa rusa spesies asli Indoneisa axis kuhlii atau dikenal sebagai rusa bawean. Mereka memilih di semak-semak atau berteduh di pohon pinus.
Selain ada rusa, alam yang asri membuat tempat ini banyak dikunjungi orang terutama pada akhir pekan. Apalagi untuk masuk penangkaran ini cukup merogoh uang sebesar Rp 2.500 per orang. Ada tambahan Rp 8.000 jika ingin berkemah. Meski dibuka untuk umum, tempat ini juga masih ideal bagi para peneliti.
Rusa dipastikan makin langkah karena perburuan hewan bertanduk ini ramai dilakukan oleh warga di Samarinda, Kalimantan Timur. Maklum, daging rusa atau payau mentah atau dendeng menjadi sajian khas sejumlah rumah makan di Samarinda. Penjual daging rusa pun banyak ditemui di Pasar Ijabah, Samarinda Ulu.
Daging payau bisa dibeli dengan harga Rp 40 ribu per kilogram dan dendeng payau harganya sekitar Rp 60 ribu per kilo. Sedangkan untuk menikmati satu tusuk sate rusa cukup dengan Rp 1.400. Salah satu penjual sate rusa adalah Depot 89, Jalan Kadrie Oening. Dalam sehari warung ini menghabiskan dua sampai tiga kilogram.
Tidak jauh berbeda dengan rusa, Komodo di Tanah Air juga mulai langka. Di Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta, misalnya. Kini tinggal tujuh komodo dari jumlah sebelumnya yakni mencapai 100 ekor. Padahal satwa liar yang bernama ilmiah varanus komodoensis ini tergolong binatang asli Indonesia.
Memang tidak kecil biaya makan komodo. Untuk tujuh ekor saja biaya yang dikeluarkan per bulan mencapai lebih dari Rp 2 juta. Biaya ini tidak sebanding dengan pemasukan kebun binatang. Maklum, setiap hari pihak kebun binatang harus menyediakan daging untuk para komodo. Selain itu harus rutin memberi obat.
Sejak 1992, Gembir Loka sebagai pusat konservasi dan penangkaran komodo. Keberhasilan dicatat pada 1994, saat 20 bayi komodo lahir. Hasil penangkaran sudah tersebar di berbagai kebun binatang bahkan ke luar negeri. Komodo juga bisa menjadi alat tukar dengan binatang lain untuk menambah koleksi.(JUM/Tim Liputan 6 SCTV)