Seperti yang dilakukan Pipit dan Kurnia. Dibantu dua sahabatnya, mereka mampu mengolah limbah kepompong ulat sutera menjadi beragam kerajinan tangan, seperti rangkaian bunga, vas bunga, korsase, hiasan untuk pensil, hiasan meja, dan lain-lain. Ternyata, produk yang mereka hasilkan diminati banyak orang.
Usaha kreasi limbah kepompong ulat sutera ini telah mereka rintis sejak lima bulan silam. Mulanya, hanya dengan berbekal modal awal sebesar Rp 500 ribu. Uang sebanyak itu mereka gunakan untuk membeli aksesori dan peralatan. Sedangkan, limbah kepompong ulat sutera diperoleh dari Pusat Pelatihan dan Pembudidayaan Ulat Sutera di Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor, Jawa Barat.
Menurut Pipit, ide usaha ini juga berawal dari kampus itu. Mereka pertama kali bertemu saat magang pada 2006 silam. Di IPB, mereka dilatih untuk menjadi wiraswasta. Dikatakan Pipit, usaha pengelolaan limbah kepompong memang tidak ada ilmunya. Tapi, yang ada hanya soal pembudidayaan ulat sutera.
Advertisement
"Tetapi, disana kami melihat prospek kokon-kokon yang sudah tidak bisa dipintal lagi menjadi benang, bisa dijadikan industri rumah tangga yang memiliki nilai tambah," ujar Pipit.
Pipit menambahkan, cara mengolah limbah kepompong tidak sulit. Limbah hanya perlu dikeringkan selama sehari, setelah itu bisa diolah tanpa harus menggunakan zat pengawet apa pun. Agar lebih menarik, berikan berbagai warna pada kreasinya.
Menurut Kurnia, kepompong yang kotor biasanya berwarna hitam karena ulat sutera di dalamnya sudah mati atau jamuran. Untuk itu, kepompong perlu direndam pembersih agar warnanya menjadi putih kembali. Selanjutnya, kepompong dikeringkan lagi dan dibuang bagian dalamnya. Setelah itu, kepompong dibentuk sesuai bentuk yang diinginkan. "Untuk warna kami sering menampilkan warna sutera alam, yaitu putih," kata Kurnia.
Setiap hari, Pipit beserta sahabatnya mampu memproduksi sekitar 70 kerajinan. Harga yang ditawarkan sangat terjangkau. Mulai dari lima ribu rupiah hingga Rp 30 ribu. Untuk pemasaran, mereka cukup dengan cara promosi dari mulut ke mulut atau rutin mengikuti bazar di berbagai pusat perbelanjaan. Meski begitu, setiap bulan mereka mampu memperoleh angka penjualan sebesar Rp 750 ribu.
Para sarjana biologi ini mengaku tak pernah mengikuti kursus kerajinan tangan. Biasanya mereka mencari ide dari berbagai majalah atau rajin melihat tren kerajinan terbaru di pusat-pusat perbelanjaan. Ini semata-mata dilakukan agar bisa menghasilkan kreasi baru yang sesuai dengan selera pasar. Mereka mengaku, kendala utama yang harus dihadapi saat ini adalah soal permodalan dan sistem pemasaran.(REN/Tim Usaha Anda)
Pipit : 8311578 Hp: 08174935117
Kurnia: 4808321 Hp: 081513537195
Jalan: Rasamala VII RT. 010/013 No.12A
Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan.