Liputan6.com, Sidoarjo: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rabu (27/6) pagi, menyerahkan bantuan sebesar Rp 10 miliar kepada Bupati Sidoarjo Win Hendarso di Jawa Timur. Bantuan ini berasal dari sejumlah badan usaha milik negara, seperti Pertamina, Perusahaan Listrik Negara, Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi, serta BUMN sektor migas lainnya. Dana itu akan digunakan untuk meningkatkan ekonomi warga yang terpuruk akibat luapan lumpur Lapindo.
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo juga menerima bantuan dari sejumlah lembaga donor untuk peningkatan pemberdayaan perempuan dan peningkatan sektor riil bagi korban lumpur Lapindo. Setiap orang menerima Rp 50 ribu.
Kemarin, Presiden Yudhono telah memerintahkan PT Lapindo Brantas untuk segera membayar ganti rugi tanah beserta bangunan warga dan meminta Badan Pertanahan Negera (BPN) agar mensahkan tanah Petok D serta Letter sebagai kepemilikan tanah. Tetapi menurut sejumlah warga, hal tersebut tak semudah membalik telapak tangan [baca: SBY Memberi Tenggat Waktu Hingga September].
Warga menganggap, perintah Presiden kepada PT Lapindo Brantas tak akan efektif. Sebab, Peraturan Presiden Nomor 14 tahun 2007 yang berbunyi jual-beli tanah tak direvisi menjadi pernyataan ganti rugi [baca: YLBHI: Konsep Ganti Rugi Merugikan Korban].
Sementara itu, kondisi pengungsi korban lumpur Lapindo di Pasar Baru Porong hingga kini belum juga menampakkan perubahan yang berarti pasca kedatangan Presiden Yudhoyono. Mereka masih tetap menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa tahu sampai kapan akan bertahan di penampungan.
Sedangkan korban lumpur Lapindo di Jakarta sudah tak percaya lagi bahwa PT Lapindo Brantas akan mewujudkan apa yang dijanjikan Presiden Yudhoyono. Pengalaman mereka selama setahum membuktikan keraguan ini. Yang diperlukan warga adalah bukti hitam di atas putih bahwa Lapindo akan membayar ganti rugi sesuai waktu yang ditentukan.
Rabu siang, ratusan korban lumpur Lapindo akan berunjuk rasa ke Kantor Wakil Presiden dan akan dilanjutkan ke rumah Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie. Mereka menuntut bukti hitam di atas putih dari pemerintah dan PT Lapindo Brantas.(BOG/Tim Liputan 6 SCTV)
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo juga menerima bantuan dari sejumlah lembaga donor untuk peningkatan pemberdayaan perempuan dan peningkatan sektor riil bagi korban lumpur Lapindo. Setiap orang menerima Rp 50 ribu.
Kemarin, Presiden Yudhono telah memerintahkan PT Lapindo Brantas untuk segera membayar ganti rugi tanah beserta bangunan warga dan meminta Badan Pertanahan Negera (BPN) agar mensahkan tanah Petok D serta Letter sebagai kepemilikan tanah. Tetapi menurut sejumlah warga, hal tersebut tak semudah membalik telapak tangan [baca: SBY Memberi Tenggat Waktu Hingga September].
Warga menganggap, perintah Presiden kepada PT Lapindo Brantas tak akan efektif. Sebab, Peraturan Presiden Nomor 14 tahun 2007 yang berbunyi jual-beli tanah tak direvisi menjadi pernyataan ganti rugi [baca: YLBHI: Konsep Ganti Rugi Merugikan Korban].
Sementara itu, kondisi pengungsi korban lumpur Lapindo di Pasar Baru Porong hingga kini belum juga menampakkan perubahan yang berarti pasca kedatangan Presiden Yudhoyono. Mereka masih tetap menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa tahu sampai kapan akan bertahan di penampungan.
Sedangkan korban lumpur Lapindo di Jakarta sudah tak percaya lagi bahwa PT Lapindo Brantas akan mewujudkan apa yang dijanjikan Presiden Yudhoyono. Pengalaman mereka selama setahum membuktikan keraguan ini. Yang diperlukan warga adalah bukti hitam di atas putih bahwa Lapindo akan membayar ganti rugi sesuai waktu yang ditentukan.
Rabu siang, ratusan korban lumpur Lapindo akan berunjuk rasa ke Kantor Wakil Presiden dan akan dilanjutkan ke rumah Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie. Mereka menuntut bukti hitam di atas putih dari pemerintah dan PT Lapindo Brantas.(BOG/Tim Liputan 6 SCTV)