Nike diharapkan Hartati mau mempedulikan nasib ribuan buruh kedua pabrik. Saat ini dirinya sudah memikirkan untuk menciptakan lapangan kerja baru buat karyawannya. Bersamaan dengan itu, Nike mau membantu menampung para buruh selama masa transisi untuk memberikan waktu mempersiapkan lapangan kerja baru tersebut. "Bisa saja para pekerja ini dititipkan terlebih dahulu ke pabrik lain. Jadi, masa kerjanya tidak akan hilang," kata Hartati [baca: Nike Perpanjang Order, Hartati Menolak].
Keputusan Nike disambut baik Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi. Menurut Sofyan, ini adalah salah satu cara menyelamatkan Nike agar tidak keluar dari Indonesia dan nasib para buruh bisa diselamatkan. "Atau mencari usaha lain. Ibu ini [Hartati] kan jago berdagangnya," kata Sofyan.
Sofyan menambahkan, dalam permasalahan ini Nike memang tidak diwajibkan membayar pesangon. Kewajiban itu, sesuai undang-undang dibebankan kepada pengusaha. Kecuali pengusaha mau melakukan negoisasi.
Advertisement
Tapi, penjelasan Sofyan dibantah Hartati. Dia tidak mau melakukan negoisasi karena Nike dianggap telah mengambil keputusan sewenang-wenang dan akan menelantarkan ribuan buruh. "Saya tidak meminta pesangon. Wajar saya menggugat Nike karena harus bertanggungjawab dengan keputusannya itu," kata dia.
Sofyan kembali menegaskan Nike tidak perlu bertanggungjawab sejauh itu karena hanya pembeli. Pengusaha lah yang semestinya harus menjaga citra dan nama baik. Namun, Hartati tetap menuding Nike berlaku tidak adil. Contohnya, mereka mencoba mencari barang murah di pabrik lain dengan nilai upah yang rendah pula.
Kejadian ini, kata Hartati, tidak hanya terjadi di Indonesia. Beberapa pabrik di Korea Selatan dan Taiwan terpaksa menutup usahanya karena tindakan Nike. "Suatu saat Nike juga akan keluar dari Indonesia, apalagi kalau biaya ekonomi kita masih tinggi," kata Hartati.
Menurut Hartati, kasus ini tidak perlu terjadi bila ada aturan yang jelas. Sehingga Nike tidak dengan mudahnya memutus kontrak tanpa berpikir soal buruh.
Kasus Nike sebaiknya menjadi pelajaran berharga bagi industri sepatu dalam negeri agar tidak bergantung pada order produk tertentu sehingga tak lebih dari sekadar tukang jahit. Contohnya, ribuan karyawan PT Doson. Mereka berunjuk rasa karena kontrak dengan Nike diputus hingga menimbulkan masalah perburuhan. Kini ancaman serupa terjadi juga pada PT HASI dan NASA.
Kejadian ini tidak perlu terjadi apabila industri sepatu berani menciptakan merek sendiri. Karena produk seperti Nike pasti menjadi incaran banyak pihak bahkan juga sewaktu waktu bisa dengan mudah pindah.(IAN/Tim Liputan 6 SCTV)