Sukses

Masjid Sigi Lamo, Masjid Peninggalan Kesultanan Ternate

Masjid Kesultanan Ternate Sigi Lamo merupakan simbol kejayaan Kesultanan Islam Ternate semasa penjajahan Portugis. Masjid ini adalah masjid tertua di Ternate sekaligus di Indonesia yang masih menjaga tradisi.

Liputan6.com, Ternate: Selain dikenal sebagai daerah religius dan kaya dengan rempah-rempah, Kota Ternate, Maluku Utara ternyata menyimpan sejumlah cagar budaya dan fitur sejarah Islam. Masjid Kesultanan Ternate Sigi Lamo, misalnya. Masjid di Kelurahan Salero, Ternate Utara ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Zainal Abidin, abad ke-14. Masjid ini merupakan simbol kejayaan Kesultanan Islam Ternate semasa penjajahan Portugis.

Kendati berusia sangat tua, bangunan Masjid Lamo masih berdiri kokoh. Konstruksinya menggunakan material kayu dan beratapkan daun sagu. Masjid ini memang pernah direnovasi pada abad ke-17 atau ketika masa kejayaan Sultan Ternate Sibori Amsterdam. Namun, bentuk arsitekturnya tidak berubah.

Memasuki masjid, tampak dua trap tangga masing-masing terdiri atas tiga dan tujuh anak tangga. Tiga anak tangga dapat ditafsirkan melambangkan Allah, Jibril, dan Muhammad. Jamaah juga bisa menafsirkan Allah, Adam, serta Muhammad. Sedangkan ketujuh anak tangga bermakna tujuh sifat Allah yang al-Aqliyyah atau terkait dengan kecerdasan, yaitu Hayat, Ilmu, Qudrat, Iradat, Sama, Basar, dan Kalam.

Bangunan masjid ini disangga enam belas tiang. Empat tiang di bagian saf depan disebut soko guru atau tiang Ka'bah. Sementara dua belas tiangnya adalah pengingat yang menandakan satu tahun ada 12 bulan.

Masjid ini adalah masjid tertua di Ternate sekaligus di Indonesia yang masih menjaga tradisi. Salah satunya tradisi kesultanan yang masih terjaga hingga kini yaitu beribadah dalam masjid tidak dibenarkan mengenakan sarung. Jamaah harus mengenakan celana panjang atau jubah. Pada hari-hari tertentu, adzan diserukan empat orang sekaligus.

Pengurus Masjid Sigi Lamo terdiri atas aliran bobato duniawi dan bobato akhirat atau ukrawi. Ciri khas mereka dibedakan dengan warna seragam dan barisan salat. Ketika salat berjamaah, bobato Duniawi mengenakkan pakaian hitam dan duduk pada saf depan bagian kanan. Sedangkan bobato akhirat mengenakan jubah putih dan duduk pada saf bagian kiri.(RMA/Sawaludin Damopolii)

    Video Terkini