Sukses

Wisma Yaso, Pengasingan Terakhir Sukarno

Sukarno menyongsong akhir hayatnya dalam pengasingan di Wisma Yaso, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Kini, tempat itu menjadi Museum Satria Mandala. Bangunan induk banyak berubah.

Liputan6.com, Jakarta: Menjelang akhir hayatnya, mantan Presiden Sukarno menghabiskan sisa-sisa harinya di Wisma Yaso, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, sekitar tiga dekade silam. Kala itu, Bung Karno diasingkan rezim Orde Baru. Di tempat pengasingan ini, tokoh Proklamator Indonesia tersebut benar-benar menaati peraturan untuk tak meninggalkan rumah. Saban hari "Putra Sang Fajar" ini hanya membaca koran, main kartu dengan karyawan, dan berolah raga di dalam rumah.

Di rumah yang dihadiahi BK pada kepada istrinya, Ratna Sari Dewi itu, BK hanya ditemani 12 pegawai, terdiri dari bagian keamanan, rumah tangga, teknik, pemeliharaan, dan perawat. Menurut pegawai Rumah Tangga Wisma Yaso, Lasmin, Bung Karno sangat akrab dengan para pegawai rumah pengasingan itu. Bahkan, tambah Lasmin, BK pernah mengurusi pernikahan seorang pegawai bernama Sulardi. Hingga saat ini, Lasmin dan Sulardi masih mengenang sikap BK yang sederhana, tegas, dan disiplin terhadap peraturan yang diterapkan saat itu. Hingga saat ini, Lasmin dan Sulardi masih bertugas.

Setelah Sukarno wafat, pemerintah Orba menjadikan Wisma Yaso sebagai Museum Satria Mandala. Saat ini, interior bangunan induk sudah berubah sama sekali. Yang tersisa hanyalah lampu kristal, pintu ukir, ukiran di dinding, dan tiang. Kondisi kolam ikan kesayangan BK di halaman belakang juga masih terawat.

Ruang tamu yang dijadikan tempat persemayaman jenazah Bung Karno berubah menjadi Ruang Panji-Panji. Sedangkan tempat BK menyendiri di ruang baca disulap menjadi Ruang Diorama Museum. Ruang tidur BK disebut menjadi Ruang Sumpah Prajurit.

Sebelumnya, Sukarno sempat menjalani pengasingan di Batu Tulis, Bogor. Di rumah yang dibangun di atas tanah seluas 5,6 hektare itu, Bung Karno secara rutin cuma dijenguk Nyonya Hartini atau anak-anaknya, seperti Rachamawati Sukarnoputri dan Guruh Sukarnoputra.(ANS/Esther Mulyanie dan Anto Susanto)