Liputan6.com, Jakarta: Sekitar 500 ribu butir ekstasi disita Badan Narkotika Nasional dan tim Markas Besar Polri di kamar 19 J, Tower I, Apartemen Taman Anggrek, Jakarta Barat, Jumat (23/11). Polisi juga menemukan uang tunai Rp 2,5 miliar di tempat tidur seorang tersangka bernama Steven warga negara Malaysia yang hingga kini masih buron. Ditemukan pula uang senilai US$ 60 ribu dan 168 ribu dolar Hongkong.
Menurut pengakuan seorang tersangka, Lim Jit Wee, ekstasi ini dibuat di Belanda dan diselundupkan ke Jakarta sejak empat bulan silam. Warga Malaysia ini menuturkan jumlah awalnya mencapai satu juta butir, 500 ribu di antaranya sudah diedarkan. Jika harga satu butir ektasi sekitar Rp 100 ribu, dengan demikian nilai ektasi yang didatangkan dari Belanda itu mencapai Rp 100 miliar.
Selain menangkap dua warga Malaysia, polisi menciduk tiga orang Indonesia yang masuk ke dalam jaringan pengedar tersebut. Kelompok ini adalah jaringan pengedar internasional yang dikendalikan oleh warga Malaysia. Para tersangka ini berencana membuat pabrik ekstasi di Indonesia karena pasar pengguna narkotik sangat besar dan pengamanan yang dinilai longgar.
Advertisement
Polisi kini bekerja sama dengan Interpol mengejar tiga warga Malaysia yakni Cheong Mun Yau dan Diong Chee Meng serta Steven. Ketiga tersangka ini dikabarkan sudah melarikan diri ke negara mereka.
Hasil penggerebekan di Taman Anggrek ini kian menegaskan bahwa Indonesia adaha surga narkoba. Bukan tanpa alasan. Tengoklah beberapa kasus besar yang diungkap polisi akhir-akhir ini. Kepolisian Daerah Metro Jaya menggerebek pabrik ekstasi di Jalan Bedugul, Cengkareng, Jakarta Barat. Pabrik milik Burhan Tahar ini bisa memproduksi 10 ribu butir ekstasi per hari dengan omzet sekitar Rp 250 juta.
Pabrik ekstasi terbesar ketiga di dunia setelah Fiji dan Cina ditemukan di Desa Cemplang, Serang, Banten. Tim gabungan polisi dan Bea Cukai meringkus 15 orang, tujuh di antaranya adalah warga asing. Polisi menangkap pemilik pabrik Benny Sudrajat alias Benny Ong yang telah divonis hukuman mati bersama rekannya Iming Santoso. Pabrik yang berdiri di bekas pabrik kabel tersebut mampu memproduksi satu juta ekstasi per hari dan mempunyai pendapatan Rp 50 miliar per minggu.
Ruko yang berlokasi di tiga lokasi di kawasan Batam Center, Pulau Batam, memproduksi shabu yang diekspor ke Singapura, Cina, dan Taiwan. Pabrik yang merupakan bagian dari sindikat internasional ini beromzet hingga ratusan miliar rupiah. Polisi menangkap tujuh orang, dua di antaranya warga Taiwan yang diketahui sebagai pemilik pabrik [baca: Mafia Shabu Batam].(TOZ/Tim Liputan 6 SCTV)