Liputan6.com, Sidoarjo: Demonstrasi ribuan warga dari lima desa di luar peta terdampak lumpur Lapindo, Sabtu (23/2), akhirnya dibubarkan polisi karena dianggap tidak berizin. Kendati demikian, warga Desa Besuki, Pajarakan, Siring Barat, dan Mindi, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, akan menggelar unjuk rasa lagi dengan tuntutan sama. Yaitu, meminta dimasukkan dalam peta terdampak dan menolak ganti rugi dibayar dengan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) seperti yang diarahkan oleh DPR. Menurut warga, luberan lumpur itu bukan sebagai bencana alam, tapi murni kesalahan manusia [baca: Warga Tolak Ganti Rugi Dibiayai Negara].
Setelah gagal menutup Jalan Raya Porong, ribuan warga bermaksud menutup spillway atau saluran pelimpahan lumpur. Namun rencana ini berhasil dicegah para petugas. Ribuan warga korban lumpur Lapindo pun dihalau hingga ke tempat tinggal mereka. Adapun Wakil Bupati Sidoarjo Saiful Illah yang menemui warga usai demonstrasi, menyatakan setuju kawasan yang selama ini menjadi langganan luberan lumpur Lapindo masuk dalam peta terdampak. Saiful Illah pun tidak mempermasalahkan penggunaan dana APBN untuk membayar ganti rugi.
Tuntutan warga, sebagian besar telah mendapatkan respons dari pejabat-pejabat lokal. Namun, mereka tetap menuntut ada kepastian dari pemerintah pusat. Ini seperti halnya teman-teman mereka yang menjadi korban lumpur Lapindo sebelumnya.
Advertisement
Sementara di Jakarta, interpelator kasus lumpur Lapindo tetap ngotot mengusung interpelasi terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sebelumnya, Ketua DPR Agung Laksono didampingi pimpinan fraksi mengumumkan bahwa hasil rapat paripurna pada 19 Februari silam adalah memperpanjang kerja Tim Pengawas Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (TP2LS) DPR tanpa batas waktu [baca: Suara DPR Terbelah Soal Lumpur Lapindo].
Interpelator Lapindo pun menuding pimpinan fraksi melakukan manuver politik. Sikap keras ini antara lain disuarakan Permadi, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di DPR. "Kalau menurut saya, ini adalah konspirasi, ya. Bagaimana uang berkuasa," kata Permadi.
Sedangkan pengamat politik Anies Baswedan menilai, DPR hanya bermain tawar-menawar politik dengan pemerintah. Buktinya, selama ini, interpelasi pun dianggap tidak menghasilkan sesuatu yang konkret. "Jangan berhenti di tengah jalan," ujar Anies.
Boleh dikatakan, apa pun manuver politik yang terjadi di Senayan, selayaknya anggota Dewan memikirkan nasib warga Sidoarjo. Ini mengingat hingga kini mereka tak kunjung mendapatkan ganti rugi secara utuh.(ANS/Tim Liputan 6 SCTV)