Sukses

Belian, Ritual Penyembuhan Dayak Benuaq

Suku Dayak Benuaq menyembuhkan penyakit dengan upacara Belian. Prosesi usai ketika penari yang kerasukan roh putih tertelungkup, pertanda roh putih berhasil menghalau bala.

Liputan6.com, Kutai Kartanegara: Tujuh laki-laki mengguman dan menari mengelilingi awir, patung kayu ara. Gerak mereka kian cepat dan cepat menjelang tengah malam. Irama dan mantera yang mereka panjatkan seirima bunyi kelontangan, gong dan gendang yang ditabuh tanpa henti. Derap kaki belian atau pemimpin upacara dengan pengikutnya mengeluarkan bunyi dari gerincing yang diikat pada kedua kaki.

Tradisi kuno warga Dayak Benuaq penganut kepercayaan kaharingan ini digelar untuk mencegah roh jahat, mengahalau bala, dan menyembuhkan penyakit. Prosesi yang disebut Belian ini diselenggarakan karena sejumlah warga Benuaq yang menetap di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, sakit. Mereka meyakini bahwa sakit penyakit muncul akibat gangguan roh-roh jahat. Karena itu, warga setempat sepakat mengundang roh putih Hyang Walib Jadi untuk mengusir dan memerangi roh jahat tersebut.

Selama itu, keluarga yang sakit dan peserta hajatan berkumpul di rumah panjang atau lamin. Gong, gendang, dan kelontangan dari rumah panjang terus ditabuh. Awir atau patung kayu digantung di depan balai-balai yang dipenuhi sesaji.

Prosesi Belian dimulai. Tahap pertama, dua pawang Turat membaca mantera-mantera untuk memulai upacara Belian. Gamelan ditabuh dengan irama turat. Pujian ini dilantunkan untuk mengundang makluk halus dari lima penjuru benua. Gamelan ditabuh cepat dan lebih cepat ketika malam kian larut.

Selanjutnya, irama turat diganti musik sentiu. Arena pun berpindah di depan balai yang dipenuhi sesaji yang mereka sebut sebagai balai Bengkuan Pulau. Saat itu, pawang Sentiu dan enam punggawa mengambil alih pimpinan upacara. Ketujuh pria itu menari mengelilingi awir dan hewan korban babi dan ayam sembari membacakan mantera-mantera. Keluarga korban yang sakit ikut mengelilingi tempat prosesi dengan khidmat. Irama pun dimainkan dengan tempo lebih cepat hingga para penari kerasukan roh halus.

Para penari belian pun mulai bertarung dengan roh jahat. Daun lejuang yang sebelumnya ditempelkan di tangan para penari menjadi senjata bagi roh putih untuk mengusir kekuatan jahat pembawa bala. Jika penari jatuh terlentang pertanda roh jahat memenangkan pertarungan. Sebaliknya, jika telungkup, roh jahat telah dihancurkan roh putih. Prosesi penyembuhan berakhir ketika kemenangan berada pada roh putih.

Kesunyian dipecahkan suara babi dan ayam yang dibantai di tengah malam. Darah yang memancar dari leher babi dan ayam diyakini menjadi penolak bala di masa depan. Selanjutnya daging hewan itu disantap seluruh warga menjelang pagi. Kegiatan itu menjadi akhir prosesi kesembuhan tradisional itu.

Prosesi pun selesai. Warga perlahan-lahan meninggalkan tempat prosesi. Uang dan tenaga yang mereka kuras untuk menggelar hajatan akbar itu seketika sirna berganti keyakinan akan menapaki hari depan yang aman. Tenang, tanpa penyakit, dan bebas dari gangguan roh jahat.(TNA/Tim Potret SCTV)