Liputan6.com, Jakarta: Seni menulis huruf indah atau kaligrafi kerap menghiasi tulisan, iluminasi, dan pembuatan buku. Selain itu, seni Kaligrafi juga mempunyai kaitan erat dengan agama, misalnya Islam dan Kristen. Hal itu bisa terlihat dalam pameran di Gedung Arsip Nasional, Jalan Gajah Mada No.111, Jakarta Barat, baru-baru ini. Dalam pameran itu, para pengunjung bisa melihat sejumlah Al Quran kuno periode abad ke-18 hingga 20 dari berbagai pelosok Nusantara. Tak ketinggalan, para penikmat seni bisa menyaksikan sejumlah naskah kuno ajaran Nasrani dari Biara Saint Gall, Swiss.
Menurut arkivaris Biara Saint Gall dokter Werner Vogeler, keseharian biara pertapaan di sebelah selatan Danau Constance itu, para biarawan mendapat pelajaran tentang pengetahuan budaya. Selain itu, para biarawan juga mendapat sejumlah pelajaran, seperti tata bahasa, dialektika, retorika, aritmatika, geometri, dan musik serta astronomi. Namun, pelajaran tersebut berdasarkan ajaran Nasrani yang tercatat dalam kitab suci mereka. Karenanya, penyalinan naskah kitab suci yang benar menjadi hal utama bagi para biarawan.
Vogeler menuturkan, biara tersebut dibangun tahun 612 Masehi oleh seorang Rahib asal Irlandia, bernama Gallus. Selanjutnya, biara itu berkembang menjadi pusat penulisan naskah-naskah kuno dalam Bahasa Jerman. Vogeler menjelaskan, koleksi biara tersebut adalah tipikal kebudayaan Eropa pada Abad Pertengahan. Kendati begitu, ada persamaannya dengan kebudayaan Islam, yaitu seni membuat buku.
Sementara itu, ditempat yang sama, Eksekutif Arsip Nasional Tamalia Alisjahbana menerangkan tentang berbagai koleksi kaligrafi di Nusantara. Menurut Tamalia, para penikmat seni bisa melihat sejumlah koleksi dari peradaban Islam. Misalnya, Al Quran Mushaf kuno, berasal dari tahun 1870 dan bernaskah huruf Arab Naskin --huruf yang dipergunakan pada masa Nabi Muhammad SAW. Tak hanya itu, pengunjung bisa memperhatikan Al Quran Mushaf Nusantara yang berasal dari akhir abad ke-18.
Selanjutnya, para pengunjung dapat melihat sejumlah naskah dan teks Al Quran yang sebagian tertera di atas kertas deluang buatan Eropa. Selain itu, dapat terlihat pula, teks kitab suci agama Islam yang tertera di atas kertas kayu tradisional serta daun lontar. Dipamerkan pula, batu nisan dari makam Sultan Malikussaleh --pendiri Kerajaan Samudra Pasai atau Kerajaan Islam pertama di Indonesia. Beberapa waktu lampau, nisan ini ditemukan di bekas reruntuhan kerajaan di Kampung Beuringin, Aceh Utara.(ANS/Tri Ambarwatie dan Dwi Guntoro)
Menurut arkivaris Biara Saint Gall dokter Werner Vogeler, keseharian biara pertapaan di sebelah selatan Danau Constance itu, para biarawan mendapat pelajaran tentang pengetahuan budaya. Selain itu, para biarawan juga mendapat sejumlah pelajaran, seperti tata bahasa, dialektika, retorika, aritmatika, geometri, dan musik serta astronomi. Namun, pelajaran tersebut berdasarkan ajaran Nasrani yang tercatat dalam kitab suci mereka. Karenanya, penyalinan naskah kitab suci yang benar menjadi hal utama bagi para biarawan.
Vogeler menuturkan, biara tersebut dibangun tahun 612 Masehi oleh seorang Rahib asal Irlandia, bernama Gallus. Selanjutnya, biara itu berkembang menjadi pusat penulisan naskah-naskah kuno dalam Bahasa Jerman. Vogeler menjelaskan, koleksi biara tersebut adalah tipikal kebudayaan Eropa pada Abad Pertengahan. Kendati begitu, ada persamaannya dengan kebudayaan Islam, yaitu seni membuat buku.
Sementara itu, ditempat yang sama, Eksekutif Arsip Nasional Tamalia Alisjahbana menerangkan tentang berbagai koleksi kaligrafi di Nusantara. Menurut Tamalia, para penikmat seni bisa melihat sejumlah koleksi dari peradaban Islam. Misalnya, Al Quran Mushaf kuno, berasal dari tahun 1870 dan bernaskah huruf Arab Naskin --huruf yang dipergunakan pada masa Nabi Muhammad SAW. Tak hanya itu, pengunjung bisa memperhatikan Al Quran Mushaf Nusantara yang berasal dari akhir abad ke-18.
Selanjutnya, para pengunjung dapat melihat sejumlah naskah dan teks Al Quran yang sebagian tertera di atas kertas deluang buatan Eropa. Selain itu, dapat terlihat pula, teks kitab suci agama Islam yang tertera di atas kertas kayu tradisional serta daun lontar. Dipamerkan pula, batu nisan dari makam Sultan Malikussaleh --pendiri Kerajaan Samudra Pasai atau Kerajaan Islam pertama di Indonesia. Beberapa waktu lampau, nisan ini ditemukan di bekas reruntuhan kerajaan di Kampung Beuringin, Aceh Utara.(ANS/Tri Ambarwatie dan Dwi Guntoro)