Sukses

Pengamat: Kontrak LNG Tangguh Tak Lazim

Pengamat energi menilai besarnya potensi kerugian dalam kontrak gas alam cair ke Cina disebabkan pemerintah yang mematok harga minyak tetap sebagai pembanding harga jual LNG. PDIP menilai diungkitnya kontrak tersebut sebagai serangan terhadap Megawati jelang Pemilu 2009.

Liputan6.com, Jakarta: Tudingan Wakil Presiden Jusuf Kalla bahwa kontrak kerja penjualan gas Tangguh yang ditandatangani Presiden Megawati Sukarnoputri Desember 2002 terlalu rendah dan merugikan negara mendapat tanggapan keras anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan [baca: PDIP Tantang Pemerintah Buktikan Kerugian Kontrak Tangguh ].

Namun, pengamat energi dan perminyakan menilai kontrak penjualan gas Tangguh ke Provinsi Fujian, Cina memang tak lazim. Seharusnya asumsi harga minyak yang menjadi acuan harga jual gas alam cair tidak dipatok tetap seperti pada kontrak penjualan gas Tangguh. "Formula harga jual mengacu kepada minyak mentah. Dan minyak mentah itu tak boleh dibatasi," kata Kurtubi, pengamat perminyakan, Ahad (31/8).

Dalam kontrak penjualan gas Tangguh, harga jual ditetapkan US$ 3,35 per ton dengan acuan harga minyak yang ditetapkan 38 dolar AS per barel. Hal inilah yang membuat harga gas tangguh tetap rendah. Sedangkan kontrak gas alam cair Bontang, Kalimantan Timur bisa dijual US$ 20 per ton ke Jepang karena mengikuti naik turunnya harga minyak dunia.

Perhitungan inilah yang kemudian memunculkan potensi kerugian sebesar US$ 75 miliar atau sekitar Rp 700 triliun selama kontrak 25 tahun ke depan bila tak dilakukan negosiasi ulang dengan pihak Cina.(IAN/Zwasty Andria dan Yuli Sasmito)