Liputan6.com, Jakarta: Kelangkaan elpiji di berbagai daerah di Tanah Air, hingga Sabtu (27/12), belum juga teratasi. Pemerintah beralasan kelangkaan elpiji dipicu rusaknya sejumlah kilang milik Pertamina. Kondisi kian sulit karena pemerintah telah menetapkan sebagian wilayah sebagai daerah konversi minyak tanah.
Di Kramat Pulo-Jakarta, elpiji sulit didapat sejak dua pekan lalu. Keadaan itu kerap menyulut emosi warga terutama kaum ibu. Sementara di Semarang, Jawa Tengah, warga harus menunjukan kartu tanda penduduk (KTP) saat membeli elpiji di operasi pasar. Kondisi serupa juga terjadi dalam operasi pasar di Demak, Jawa Tengah.
Kelangkaan elpiji hanyalah satu dari beberapa dampak program konversi. Kisah lain yang tak kalah menyulitkan warga, yakni ledakan elpiji. Tak sedikit korban jiwa dalam kasus ini. Namun, Pertamina dan Asosiasi Industri Tabung Baja membantah jika dikatakan kualitas tabung elpiji buruk. Kedua perusahaan justru balik menuding warga yang salah saat memasang tabung.
Kenyataan itu tak menyurutkan langkah pemerintah meneruskan program konversi. Program ini ditargetkan bisa menjangkau lebih dari 42 juta kepala keluarga. Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, kekurangan program konversi tergolong masih wajar. Pasalnya program konversi dijadwalkan rampung dalam tiga tahun.
Dengan investasi sekitar Rp 15 triliun, program konversi bisa mengurangi beban subsidi bahan bakar minyak hingga Rp 20 triliun per tahun. Tak hanya itu, dengan elpiji tiga kilogram konsumen bisa menghemat rata-rata Rp 24 ribu per bulan dibanding menggunakan minyak tanah. Namun, program yang baik di atas kertas ini seharusnya didukung kesiapan infrastruktur yang aman.(IKA/Tim Liputan 6 SCTV)
Di Kramat Pulo-Jakarta, elpiji sulit didapat sejak dua pekan lalu. Keadaan itu kerap menyulut emosi warga terutama kaum ibu. Sementara di Semarang, Jawa Tengah, warga harus menunjukan kartu tanda penduduk (KTP) saat membeli elpiji di operasi pasar. Kondisi serupa juga terjadi dalam operasi pasar di Demak, Jawa Tengah.
Kelangkaan elpiji hanyalah satu dari beberapa dampak program konversi. Kisah lain yang tak kalah menyulitkan warga, yakni ledakan elpiji. Tak sedikit korban jiwa dalam kasus ini. Namun, Pertamina dan Asosiasi Industri Tabung Baja membantah jika dikatakan kualitas tabung elpiji buruk. Kedua perusahaan justru balik menuding warga yang salah saat memasang tabung.
Kenyataan itu tak menyurutkan langkah pemerintah meneruskan program konversi. Program ini ditargetkan bisa menjangkau lebih dari 42 juta kepala keluarga. Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, kekurangan program konversi tergolong masih wajar. Pasalnya program konversi dijadwalkan rampung dalam tiga tahun.
Dengan investasi sekitar Rp 15 triliun, program konversi bisa mengurangi beban subsidi bahan bakar minyak hingga Rp 20 triliun per tahun. Tak hanya itu, dengan elpiji tiga kilogram konsumen bisa menghemat rata-rata Rp 24 ribu per bulan dibanding menggunakan minyak tanah. Namun, program yang baik di atas kertas ini seharusnya didukung kesiapan infrastruktur yang aman.(IKA/Tim Liputan 6 SCTV)