Liputan6.com, Jakarta Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyambangi Mabes Polri hari ini. Mereka mengadukan pembubaran paksa acara silaturahmi korban peristiwa 1965-1966 di sebuah rumah di Banyumanik, Semarang, Jawa Tengah, Minggu 16 Februari lalu.
Kepala Divisi Pemantauan Imunitas KontraS Muhamad Daud menjelaskan, kejadian ini bermula saat 15 korban peristiwa 1965-1966 sedang melakukan kunjungan dan silaturahmi ke rekannya yang sedang sakit. Namun kegiatan itu dibubarkan paksa oleh ormas dan kepolisian daerah setempat tanpa alasan jelas.
"Padahal korban hanya menjenguk rekannya yang sedang sakit tapi harus berujung pada penangkapan dan pemeriksaan oleh polisi. Fakta pembubaran di Semarang ini polisi terkesan tunduk pada segelintir ormas," kata Daud saat melaporkan peristiwa itu di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta, Rabu (26/2/2014).
Daud menilai, tindakan pembubaran tersebut bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku. Seperti, UUD 1945 Pasal 28 E ayat 3 dan 28 F tentang hak warga negara untuk berkumpul, berserikat dan menyatakan pendapat. KontraS mengecam tindakan tersebut, karena melakukan penangkapan dan pemeriksaan terhadap para korban peristiwa 1965-1966.
Selain kejadian di Semarang, lanjut Daud, pembubaran paksa oleh ormas juga sempat terjadi di Surabaya saat digelar diskusi publik membedah buku Tan Malaka. KontraS melihat sepanjang 2013 terdapat beberapa kasus pembubaran paksa oleh ormas dan polisi.
"Namun sejauh ini kami melihat nggak ada langkah preventif yang dilakukan Polri untuk menyikapi persoalan itu. Kami menilai Polri lemah ketika berhadapan dengan sekelompok orang yang mengatas namakan ormas," ujar Daud.
Padahal, menurut Daud, diduga mereka sudah melakukan tindakan sewenang-wenang dengan pembubaran paksa, ancaman, intimidasi dan teror terhadap warga negara yang sedang menjalankan aktivitas kewarganegaraannya.
Karena itu, KontraS mendesak Kapolri Jenderal Polisi Sutarman agar menginstruksikan kepada seluruh anggotanya untuk tetap menghormati dan melindungi warga negaranya, tanpa kecuali.
"Kami juga mendorong Divisi Propam Mabes Polri untuk menindak tegas anggota polisi. Khususnya Polrestabes Semarang dan Polsek Banyumanik yang telah melakukan pelanggaran hukum atas peristiwa pembubaran paksa silaturahmi korban di Semarang itu," tandas Daud. (Yus)
Baca juga:
Silaturahmi Korban `Tragedi 1965` Dibubarkan, Kontras Lapor ke Polri
Tindakan pembubaran itu dinilai bertentangan dengan aturan yang berlaku. Seperti, UUD 1945 Pasal 28 E ayat 3 dan 28 F tentang hak warga.
Advertisement