Liputan6.com, Jakarta - Komisi III DPR bersama tim pakar mulai melakukan uji kelayakan dan kepatutan calon Hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Kandidat pertama yang diuji adalah Atma Suganda yang sehari-hari bekerja sebagai dosen hukum.
Pertanyaan mulai dari satu per satu diajukan tim pakar. Atma berusaha menjawab tiap pertanyaan dengan baik. Namun, ketika giliran pakar hukum Laudin Marsuni bertanya, suasana raut wajah Atma berubah.
"Anda dosen negeri? Sudah dapat izin dari universitas?" tanya Laudin di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (3/3/2014).
Atma berusaha menjawab dengan rangkaian kata-kata sedikit bergetar. "Belum," jawab Atma singkat. "Kalau begitu Anda tak bisa melanjutkan," tegas Laudin.
Mendengar pernyataan itu Atma terdiam, tatapannya kosong. Laudin menjelaskan, sebagai dosen yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus melapor segala sesuatu pada perwakilan pemerintah.
"Itu wajib karena dia PNS, itu loyalitas sebagai PNS. Tinggalkan rumah saja harus lapor. Saya konsisten tidak boleh lanjut. Gagal menurut saya," tegasnya.
Menurut Laudin, Atma telah melanggar UU Kepegawaian, sehingga proses uji calon Hakim MK tak bisa dilanjutkan. Sebaiknya, ia minta izin ke koordinasi perguruan tinggi swasta (Kopertis). "Kenapa ke Kopertis? Karena dia dosen PNS yang dipekerjakan di universitas swasta," tutur Laudin.
Selain itu, Atma kembali tergagap-gagap ketika mencoba menjawab pertanyaan yang dilayangkan oleh Guru Besar Hukum Tata Negara Saldi Isra. Ia ditanyakan mendaftar dalam posisi sebagai dosen atau praktisi hukum. Atma menjawab ia mendaftar sebagai dosen.
"Lalu sudah berapa jurnal yang Anda buat?" tanya Saldi.
Cukup lama Atma memakai waktu sebelum menjawab pertanyaan tersebut, sampai akhirnya ia ditegur. "Ada tahun 2011 lalu," jawabnya.
Ketika ditanya judul dari artikel yang ditulisnya pun Atma tak bisa memberitahukan. Ia lantas berkilah kapasitasnya sebagai dosen masih lemah. Saldi pun tampak kecewa dengan pernyataan demikian.
"Kami harus punya bukti bahwa Dokter Atma Suganda punya kemampuan dan memenuhi persyaratan hukum tata negara untuk pantas jadi Hakim MK," tandas Saldi Isra. (Ismoko Widjaya)
Baca juga: