Sukses

PDIP: Paspampres Mantan Presiden Tak Boroskan Anggaran

Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin menilai pembentukan Grup D Paspampres tak akan memboroskan anggaran negara.

Liputan6.com, Jakarta - Sebagian kalangan menilai pembentukan Grup D Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) untuk menjaga dan mengamankan mantan presiden dan wakil presiden akan menambah pengeluaran negara. Namun, Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin menilai pembentukan grup itu tak akan memboroskan anggaran negara.

"Jumlah anggota TNI yang ditugaskan di mantan presiden dan wapres sekarang ini tidak banyak, sekitar 3 hingga 15 orang saja ditambah patwal dari Polri. Jumlah itu dirasakan cukup memadai dan disarankan tak perlu ditambah lagi, sehingga Grup D tak perlu dibentuk secara besar-besaran dan tak perlu ada dana tambahan," jelas TB Hasanuddin saat dihubungi di Jakarta, Selasa (4/3/2014).

Oleh karena itu, Mayjen TNI AD purnawirawan ini merespons positif pembentukan Grup D Paspampres tersebut. Dengan adanya grup baru itu, menurutnya juga akan membentuk jenjang karier yang lebih baik.

"Grup D Paspampres merupakan ide yang baik. Masalah pelayanan buat mereka, misalnya gaji, pakaian, tunjangan, dan sebagainya, juga pasti lebih terjamin. Struktur kepangkatannya juga lebih terstruktur sesuai tugas dan jabatannya," tutur politisi PDIP mantan Sekretaris Militer era Presiden Megawati Soekarnoputri ini.

Dalam upacara Pengesahan Validasi Organisasi dan Tugas Paspampres TNI pada Senin 3 Maret kemarin, Panglima TNI Jenderal Moeldoko meresmikan terbentuknya Grup D Paspampres. Grup D yang dipimpin Letkol Inf Novi Helmy Prasetya itu bertugas untuk mengawal dan mengamankan mantan presiden dan wapres.

"Ini merupakan penguatan struktural satuan Paspampres, karena tugas Paspampres juga berkaitan erat dengan pengamanan VVIP internasional, yang searah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2013 tentang pengamanan Presiden, Wakil Presiden dan mantan Presiden, mantan Wakil Presiden Republik Indonesia beserta keluarganya dan tamu negara setingkat kepala negara, dan/atau setingkat kepala pemerintahan," jelas Moeldoko. (Ismoko Widjaya)