Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Namun, penetapan itu dinilai sebagai langkah gegabah dari lembaga pimpinan Abraham Samad itu.
Menurut sahabat Anas, Yudi Latif, KPK seharusnya memeriksa Anas mengikuti tata urutan pemeriksaan yang berlaku. Yakni, membuktikan terlebih dulu keterlibatan Anas dalam mega proyek sarana dan prasana Hambalang dalam kaitan dugaan penerimaan gratifikasi sesuai sangkaan awal.
"Oleh karena itu tahapan dalam proses penyidikan, didahulukan. Jangan melompat-melompat. Jangan adanya politisasi. Itu saya kira bisa menimbulkan tanda tanya KPK. Karena KPK bergerak terus, dimulai dari kasus gratifikasi berupa Harrier dan sekarang sudah TPPU," ujar Yudi Latif usai menjadi pembicara diskusi 48 Tahun Supersemar di Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (11/3/2014).
"Jangan sampai kasus Anas terjebak dalam kasus politik. Sama dengan Century," sambung Yudi Latif yang juga pengamat politik ini.
Jika terus bergerak melompat, kata Yudi, bukan tak mungkin KPK sebagai lembaga independen akan kehilangan kekuatannya. Secara tidak langsung tanpa penyelesaian kasus gratifikasi Anas, kini beralih kepada kasus TPPU akan membuat masyarakat menangkap signal tuduhan awal KPK tidak cukup kuat.
"TPPU itu melompat. Artinya, KPK harus diperkuat tuduhan awal itu apa? Itu yang harus dibuktikan. KPK memberikan sinyal, KPK tidak cukup kuat dalam tuduhan awalnya," lanjutnya.
Dengan kondisi yang seperti ini, lanjut Yudi, ini akan membuat masyarakat akan menilai KPK sebagai lembaga yang tidak independen lagi. Hal itu bisa membuat 'erosi' kepercayaan kepada lembaga anti korupsi tersebut.
"Ya bisa saja akan membuat erosi kepercayaan masyarakat terhadap KPK," tandasnya.
Selain sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi proyek Hambalang dan proyek-proyek lainnya, Anas kini juga menjadi tersangka pencucian uang. Penetapan tersangka Anas terkait TPPU lantaran KPK telah menemukan 2 alat bukti yang cukup.
Tak ayal, mantan Ketua Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) itu dikenakan Pasal 3 dan atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan TPPU. Serta Pasal 3 ayat 1 dan atau Pasal 6 ayat 1 UU 15/2002 tentang TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Ketua Umum ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia itu juga sebelumnya telah dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Anas disangka menerima hadiah atau janji dalam proyek Hambalang dan proyek-proyek lainnya. (Shinta Sinaga)
Baca juga: