Liputan6.com, Jakarta - Jaksa penuntut umum (JPU) membantah ada politisasi dalam kasus pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, terutama saat penetapan Budi Mulya sebagai tersangka.
"Sangat tidak benar ada campur tangan politik pada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Tim penyidik KPK telah melakukan penyidikan dengan cara benar," ucap Jaksa Pulung Rinandoro saat membacakan tanggapan atas eksepsi terdakwa Budi Mulya dalam sidang di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Kamis (20/3/2014).
Terkait tuduhan tim kuasa hukum Budi Mulya soal barang bukti, jaksa menjelaskan, penyidik KPK menemukan barang bukti baru yang belum pernah ditemukan dari hasil penggeledahan di Kantor Bank Indonesia (BI) pada 25 Juli 2013 dan 26 Juli 2013.
"Sehingga, tidak benar jika dikatakan barang bukti terkait penyelidikan kasus Century tahun 2011 dengan barang bukti penyidikan tahun 2013 adalah sama," ujar dia.
Jaksa juga menilai kegagalan Bank Century bukan karena krisis ekonomi global. Jaksa mengatakan, pada tahun 2008 itu, juga telah dinyatakan bahwa Indonesia tidak mengalami krisis ekonomi dan perbankan.
"Gagalnya Bank Century bukan karena akibat adanya kondisi perekonomian global yang memburuk. Namun adanya permasalahan struktural yang ada pada Bank Century," urai jaksa.
Permasalahan Bank Century itu, imbuh jaksa Pulung Rinandoro, telah diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan on site supervision yang dilakukan BI pada 2005-2008. Selain itu, pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy juga pernah mengatakan, Indonesia tidak mengalami krisis ekonomi pada November 2008.
Hal itu pun juga diperkuat dalam rapat bidang ekonomi pada 20 November 2008 yang dihadiri oleh para pejabat saat itu, antara lain Wakil Presiden M. Jusuf Kalla, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Gubernur Bank Indonesia Boediono.
"Pada rapat itu, Wapres RI menanyakan pada semua yang hadir apakah ada masalah ekonomi kita yang serius? Saat itu, Menteri Keuangan maupun Gubernur BI tidak menyatakan ada masalah serius dalam ekonomi Indonesia," papar jaksa.
Meski demikian, masih menurut jaksa, tetap terjadi pemberian FPJP pada Bank Century dan penetapannya sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Dalam eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa, tim kuasa hukum Budi Mulya menuding bahwa ada campur tangan politik dalam status tersangka mantan Deputi BI tersebut. Alasannya, terbukti terkait kasus yang sama pada tahun 2011, KPK sesungguhnya telah menyatakan tidak ada pelanggaran hukum ataupun penyalahgunaan wewenang dalam pemberian FPJP dan PMS ke Bank Century.
Tak cuma itu, dalam eksepsinya, kuasa hukum Budi Mulya juga menuding, jaksa tidak memaparkan keadaan ekonomi Indonesia yang saat itu sedang krisis. Menurut dia, banyak bank umum mengalami krisis likuiditas lantaran maraknya pelarian dana ke luar negeri.
Pada pertengahan 2008 itu juga terjadi penurunan tajam terhadap harga saham. Kegagalan bank saat itu pun akan berdampak pada perekonomian Indonesia jika tidak segera diatasi.
Dalam kasus ini, Budi selaku Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang IV Pengelolaan Moneter dan Devisa didakwa memperkaya diri sendiri menerima uang sebesar Rp 1 miliar dari pemberian FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Budi juga didakwa telah menyalahgunakan wewenangnya.
Akibat perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp 689,394 miliar terkait pemberian FPJP dan Rp 6,762 triliun dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Dengan demikian, total keseluruhan kerugian negara mencapai Rp 7,4 triliun. (Yus Ariyanto)
Baca juga:
Budi Mulya Terima Rp 1 M dari Robert Tantular, Eksepsi Ditolak
Kuasa Hukum Budi Mulya: Pemberian FPJP Century Tak Bisa Sendirian
Budi Mulya: Tak Ada Kerugian Negara pada FPJP Bank Century