Liputan6.com, Jakarta - Penerapan electronic road pricing (ERP) atau sistem jalan berbayar elektronik, mundur dari target awal yaitu April tahun ini.
Menanggapi rencana yang tak berjalan sesuai rencana itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menduga adanya kecenderungan berat sebelah dalam pemilihan operator ERP. Sebab ada 3 negara yang menawarkan teknologi ERP kepada Pemprov DKI.
"ERP bisa mundur. Saya nggak berani nuduh, tapi saya kira-kira tahu ada apa halangannya. Apakah ada kecenderungan lebih naksir yang ini itu. Ini cuma dugaan," ujarnya di Balaikota DKI Jakarta, Jumat (21/3/2014).
Padahal dia menginginkan ketiga operator ERP dari Norwegia, Swedia, dan Indonesia untuk lebih dulu menguji coba sistem teknologi mereka masing-masing. Baru kemudian Pemprov DKI memilih yang terbaik dan cocok diterapkan di Ibukota.
"Saya pengen buka open source. Kalau ada yang berdasarkan favorit-favorit itu yang saya nggak suka. Saya pengen ketiganya pasang, baru kita lihat," tegasnya.
Namun, ia memastikan Pemprov DKI dalam hal administrasi telah siap. Termasuk menyiapkan term of references (TOR) untuk mengetes ERP dari 3 perusahaan tersebut. Begitu juga dengan Perda Transportasi DKI yang sudah mencantumkan ERP.
"Pokoknya kita nggak pengen keluar duit lagi, kita pengen full swasta. Ya hemat uang saja. Kita nggak menganggarkan sama sekali, maunya yang gratis sajalah," jelasnya.
Pria yang karib disapa Ahok itu menekankan, tujuan ERP bukan terkait bisnis. Melainkan untuk mengatur volume kendaraan di jalan Jakarta.
Perusahaan yang menawarkan ERP itu juga akan ditanya mengenai ketahanan teknologi mereka. Apakah dapat digunakan sampai 10 hingga 20 tahun.
"Dan kami juga wajibkan mereka untuk kerjasama dengan BUMD," tukas Ahok. (Shinta Sinaga)
Baca Juga: