Liputan6.com, Banyumas - Setelah lebih dari sepekan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menaikkan status Gunung Slamet dari Normal (Level I) menjadi Waspada (Level II), gempa tremor baru terjadi secara berturut-turut sejak Rabu 19 Maret 2014.
Selain itu, erupsi berupa abu juga masih terus terjadi. Bahkan pada Kamis 20 Maret 2014, terdata 8 kali erupsi berupa abu pada rentang waktu 00.00-06.00 WIB.
Petugas pos pengamatan Gunung Slamet di Gambuhan, Pemalang, Jawa Tengah, Sukedi mengatakan, gempa tremor yang terdeteksi beberapa hari belakangan itu menunjukkan adanya pergerakan gas dan fluida dari perut gunung menuju puncak.
"Sejak ditetapkan menjadi Waspada, memang baru kali ini gunung tertinggi di Jawa Tengah itu mengalami gempa tremor secara terus-menerus. Biasanya hanya terjadi gempa vulkanik dalam, vulkanik dangkal, dan gempa embusan," tutur Sukedi.
Menurut Sukedi, memang ada kecenderungan peningkatan gempa tremor. Saat pertama terdeteksi, terjadi gempa tremor harmonik dengan besaran 12-20 milimeter. Kemudian hari berikutnya, terdata memiliki besaran amplitudo sebesar 10-40 milimeter.
Demikian pula pada Jumat (21/3/2014) dini hari, terjadi 14 kali gempa embusan dan tremor harmonik dengan amak dominan 12-20 milimeter. Kemudian pada rentang waktu 06.00-12.00 WIB, tremor harmonik terjadi secara terus-menerus dengan besaran dominan 20-40 milimeter.
"Memang ada kecenderungan peningkatan aktivitas gempa tremor. Ini berarti pula gempanya semakin mendangkal karena adanya pergerakan gas dan fluida yang semakin mendekat ke permukaan," tutur Sukedi saat dihubungi Liputan6.com dari Purwokerto.
Dengan adanya peningkatan aktivitas seismik yang terjadi secara signifikan tersebut, Sukedi mengatakan, ada indikasi gerakan material dari perut bumi menuju kawah Gunung Slamet.
"Sejauh ini, kita masih mengkaji terjadinya kegempaan yang terus menerus ini. Sejauh ini, petugas masih akan melihat dan menganalisa bagaimana jika material sudah sampai ke puncak. Namun, sementara, statusnya tetap Waspada dan rekomendasinya tetap sama bahwa di radius 2 kilometer tidak boleh ada aktivitas warga," ucap Sukedi.
Terkait keberadaan 3 pos aju (siaga darurat) yang diaktifkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas, keberadaannya akan diperpanjang hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Menurut Kepala BPBD Banyumas Prasetyo, dengan pertimbangan efektivitas maka dipertahankan 2 pos aju dari 3 pos yang sebelumnya didirikan di Limpakuwus, Baturraden dan Melung.
"Kita akan aktifkan 2 pos aju saja, yakni yang di Limpakuwus dan pos Melung. Tetapi pos Melung kita geser ke Semaya dengan pertimbangan posisinya yang jauh lebih baik untuk pemantauan secara visual," ujar dia.
Sementara, keberadaan pos aju di Baturraden terpaksa dibekukan dan diefektifkan di Pos Induk Bakesbangpol Banyumas di Purwokerto. Terkait operasional posko aju, diakui Prasetyo memang cukup terbatas.
Meskipun sejauh ini, imbuh Prasetyo, hal itu belum menjadikan kendala bagi para relawan dalam menjalankan tugasnya memantau dan memberikan informasi yang akurat terkait aktivitas Gunung Slamet.
"Dana operasional dari BPBD memang cukup terbatas. Tapi itu tak jadi halangan untuk terus memberikan pelayanan dan meneruskan informasi yang valid berdasarkan hasil pemantauan kepada masyarakat," pungkas Prasetyo tanpa menyebutkan nominalnya. (Shinta Sinaga)
Baca juga:
Advertisement
Gunung Slamet Kembali Erupsi, Tinggi Letusan 2 Kilometer
[VIDEO] Aktivitas Slamet Berlanjut, Warga Diimbau Gunakan Masker
Intensitas Letusan Gunung Slamet Terus Meningkat