Liputan6.com, Jakarta - Presiden SBY mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 tentang pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967. Keppres itu pada intinya menghapus istilah China dan kembali ke istilah etnis Tionghoa.
Menurut SBY, tidak fair bila mereka yang sudah lahir, besar, dan bekerja serta mengabdi di Indonesia masih di-stereotype-kan dengan penyebutan istilah etnis China atau Cina.
"Keppres ini menjadi salah satu elemen penting dalam penghapusan diskriminasi tersebut. Jadi sejak saat ini, jangan panggil lagi saudara-saudara kita itu China," pinta SBY melalui fanpage facebook-nya, Minggu (23/3/2014).
Keppres Nomor 12 Tahun 2014 yang ditandatangani pada 14 Maret itu, jelas SBY, merupakan sebuah terobosan penting dalam upaya menciptakan suasana kehidupan yang bebas diskriminasi Ras dan Golongan.
"Pandangan dan perlakuan diskriminatif terhadap seorang, kelompok, komunitas dan/atau ras tertentu, pada dasarnya melanggar nilai, prinsip perlindungan HAM. Sebab itu pula, hal tersebut bertentangan dengan UUD 1945, Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Hal-hal di atas menjadi pertimbangan keluarnya Keppres tersebut," terang SBY.
Sebelumnya, melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 tentang pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967, Presiden SBY menetapkan dalam semua kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, penggunaan istilah orang dari atau komunitas Tjina/China/Cina diubah menjadi orang dan/atau komunitas Tionghoa. Untuk penyebutan negara Republik Rakyat China diubah menjadi Republik Rakyat Tiongkok.
Keputusan Presiden ini berlaku mulai tanggal ditetapkan, pada 14 Maret 2014.
Baca juga:
Pertimbangan SBY Ganti Istilah China dengan Tionghoa
Advertisement
SBY Ganti Istilah China Jadi Tionghoa, Ahok: Itu Langkah Tepat