Sukses

Hanura: SBY Harus Talangi Dulu Uang Diyat Satinah

Pemerintah dituntut membuat sistem yang rapi, efektif, sistemik, dan komprehensif dalam menangani TKI.

Liputan6.com, Jakarta - Jelang hukuman pancung yang akan dijatuhkan kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Satinah, pemerintah Indonesia diminta maksimal menyelamatkannya. Salah satu caranya ialah memberikan pembelaan dan membayar kekurangan uang diyat.
 
"Pemerintah dalam hal ini Presiden harus berupaya maksimal bebaskan Satinah," kata Wasekjen DPP Hanura, Kristiawanto, dalam keterangan resminya, Jakarta, Rabu (26/3/2014).

Kristiawanto mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk langsung melakukan diplomasi untuk upaya penyelamatan. "Kalau perlu, Presiden juga harus talangi (menutup) uang diat yang masih kurang," ujarnya.

Dia juga menyinggung alasan pemerintah yang mengatakan tak ada negara lain yang ikut campur dalam proses kriminal warganya di negara lain. Menurutnya, masing-masing negara punya kebijakan berbeda dalam pembelaan atas warga negaranya.

"Untuk Indonesia, peran pemerintah harus besar karena jumlah TKI cukup besar di negara lain," tegasnya.

Politisi Hanura itu juga menekankan pemerintah agar membuat sistem yang rapi, efektif, sistemik dan komprehensif dalam menangani TKI. Saat ini yang mendesak, presiden diminta menyelamatkan satu nyawa warga negaranya dari hukuman mati.
 
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Tatang Razak menyatakan bahwa pemerintah hanya bersedia membantu 4 juta riyal saja atau senilai Rp 12 miliar. Diyat ini harus dibayar pada 3 April 2014 jika Satiah ingin selamat dari hukuman pancung.

Satinah mengaku bersalah membunuh majikannya, Nura Al Gharib. Dia dihukum pancung di pengadilan Arab Saudi pada 2010. Berdasar hukum Arab, eksekusi bisa dihindari jika pelaku membayar uang kompensasi yang disebut diyat kepada keluarga korban.

Video Terkini