Sukses

Si Biru Pesawat Presiden

Pembelian pesawat kepresidenan dinilai belum perlu. Singapura dan Jepang yang tergolong negara mapan pun belum memiliki.

Liputan6.com, Jakarta- Oleh: Sugeng Triono, Siska Amelie FD, Elin Yunita Kristanti, Fiki Ariyanti, Nurmayanti

 Pagi itu tak seperti biasanya. Sejumlah menteri berkumpul sejak pagi di landasan udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur. Dari mulai Menteri Sekretaris Negara Sudi silalahi, Menko Kesra Agung Laksono, Menhan Purnomo Yusgiantoro, Menhub EE Mangindaan, Kapolri Jenderal Sutarman, hingga Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Emirsyah Satar.

Sejumlah awak media pun ramai berdatangan ke landasan milik TNI Angkatan Udara, yang kini resmi menjadi bandara komersil sejak 10 Januari 2014 itu. Tepat pukul 10.00 WIB, 10 April 2014, pesawat yang sudah ditunggu-tunggu hampir 1 jam itu akhirnya tiba. Semua kamera tersorot ke burung besi bertuliskan 'Republik Indonesia' itu.

Di bagian sayap belakang terdapat lambang bendera merah putih. Sedangkan di bawah jendela pilot terdapat logo bergambar bintang yang dikelilingi padi dan kapas. Pesawat jenis Boeing 737-800 yang diproduksi sejak 2011 itu disambut antusias para menteri Kabinet Indonesia Baru II.

Pesawat berwarna biru putih itu tak lain pesawat kepresidenan RI. Ya, pesawat yang baru saja dibeli dari pabrikan Amerika Serikat, Boeing Company seharga US$ 91,2 juta atau sekitar Rp 1,036 triliun -- jika kurs rupiah Rp 11.363 per US$ 1. Pesawat ini akan menjadi pesawat presiden pertama sejak 69 tahun merdeka. Penyerahan pesawat ini dilakukan President of Boeing Southeast Asia Ralph Boyce kepada Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi.

Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi mengemukakan pemilihan warna biru sebagai warna dasar pesawat yang akan digunakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam waktu dekat.

Menurut Sudi, pemilihan warna bukan ditentukan presiden. Pemilihan warna tersebut murni kebijakan Kementerian Sekretaris Negara selaku pelaksana pengadaan. "Warna saya kira bukan presiden yang menentukan, dan kenapa musti mempermasalahkan?" ujar Sudi Silalahi di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis 10 April 2014.

Saat dalam proses perencanaan, lanjut Sudi, pihaknya memilik 14 warna alternatif yang akan dijadikan dasar pesawat tersebut. Namun, alasan dipilihnya warna biru itu antara lain adalah karena pesawat ini akan dioperasikan oleh TNI Angkatan Udara yang juga identik dengan warna biru pesawat itu. "Saya undang beberapa pejabat semacam pendapat. Lebih dari separuh memilih warna ini. Dan kebetulan yang operasikan AU, warna mirip toh," kata Sudi.

Dan yang lebih penting kata Sudi, pemilihan warna biru langit ini didasari oleh faktor keamanan penerbangan.  "Lalu untuk security penerbangan, warna kamulflase," tandas Sudi.

Keunggulan

Pesawat jenis Boeing Business Jet 2 (BBJ2) ini siap mengantarkan SBY dalam mengemban tugas negara baik ke dalam maupun luar negeri. BBJ 2 merupakan produk hasil usaha patungan Boeing dengan General Electric (GE). Usaha patungan itu memang sengaja dibentuk demi menciptakan pesawat dengan performa unggul seperti yang kini diterima Indonesia. Lalu apa kecanggihan pesawat seharga lebih dari Rp 1 triliun itu?

Dikenalkan pada 2012, pesawat berbadan panjang, BBJ2 ini memiliki ruang interior berukuran seperempat lebih luas dengan kapasitas bagasi ganda. Pesawat yang juga dikenal sebagai generasi 737-800 ini memang berukuran 19,2 kaki lebih panjang dibandingkan jenis 737 yang telah sukses sebelumnya.

Mampu bepergian dengan ukuran yang besar, BBJ2 memiliki tenaga kuda yang tangguh. Digerakkan 2 mesin turbofan General Electric-Snecma (CFMI) CFM56-7 dengan masing-masing mesin bertenaga 27.300 lbs, pesawat ini mampu melaju sejauh 5.750 mil laut dengan kecepatan Mach 0,82.

Pesawat berukuran rentang sayap 35,79 meter, tinggi 12,5 meter dan panjang 38 meter itu, juga memiliki kemampuan terbang 10 jam dan jarak tempuh 10.300 kilometer serta bercepatan maksimal 871 kilometer per jam. Tak hanya itu, pesawat berkapasitas 60 penumpang ini juga dilengkapai beberapa ruang. Di antaranya kamar tidur, ruang rapat, ruang makan, ruang tamu, ruang olah raga, dan kamar mandi. Bahkan, penangkal sabotase.

Kendati, kabin pesawat dioptimalkan hanya untuk 8 penumpang dan memberinya ruang lebih luas. Berbicara soal desain interior BBJ2, tak diragukan lagi, para penumpang bisa langsung merasakan kemewahannya. Desain interior yang megah dan mewah juga menjadi bagian dari tingginya harga BBJ2.

Jika dibandingkan pesawat kepresidenan Amerika Serikat, terpaut cukup jauh meski jenis pesawat yang sama. Maklum, harganya dua kali dari harga pesawat kepresidenan Indonesia.

Pesawat Amerika Serikat ini dibeli seharga US$ 325 atau Rp 3,5 triliun. Pesawat ini mampu terbang 12.600 kilometer tanpa henti dan mampu mengisi ulang aftur di udara. Pesawat ini juga dilengkapi alat pengecoh radar dan penghindar misil.

Pesawat Boeing 747-200B yang dikontrol 3 kru di kokpit ini memiliki kecepatan maksimal 955 kilometer per jam dan membutuhkan landasan pacu sepanjang 3.190 meter. Pesawat yang memiliki panjang 70,6 meter, lebar 59,6 meter, dan kabin selebar 6,1 meter ini mampu menempuh perjalanan hingga 12.700 kilometer tanpa henti, dan memiliki kapasitas bahan bakar maksimum 199.158 liter.

Begitu lengkap fasilitas yang ada dalam pesawat itu, konon dari dalam pesawat, sang presiden bisa berkomunikasi dengan kapal selam maupun astronot yang sedang menjalankan misi. Tak seperti penumpang dalam penerbangan reguler, di dalam Air Force One, sang presiden juga tak perlu mematikan semua alat elektronik.

Dengan fasilitas canggih, presiden bisa leluasa menjelajahi internet, menelepon staf atau pemimpin dunia lain menggunakan pesawat telepon yang tersedia. Jika butuh hiburan, sang presiden bisa menonton berbagai film terbaru atau acara televisi. Maklum, pesawat ini dilengkapi parabola yang bisa menangkap siaran langsung dari belahan dunia manapun.

Penghematan atau Gengsi

Pembelian Boeing 737-800 ini memang bertujuan memudahkan tugas presiden baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Penghematan menjadi alasan utama. Menurut Sudi Silalahi, dengan kepemilikan pesawat ini, negara bisa menghemat biaya operasional presiden serta lebih efektif dalam kegiatan kenegaraan yang dilakukan presiden.

"Penggunaan pesawat komersial itu tidak seefektif dan seefisien dengan kita memiliki sendiri pesawat kepresidenan. Dari sisi anggaran jauh lebih hemat, dari perhitungan selama pakai pesawat ini di tahun yang akan datang akan menghemat 114 miliar setiap tahun," ujar Sudi saat menyambut kedatangan pesawat itu.

Pembelian pesawat yang dipesan sejak beberapa tahun ini pun sudah lunas. Sekretaris Negara telah mengaggarkan sejak  2011-2013 untuk membeli pesawat produk hasil usaha patungan Boeing dengan General Electric (GE) tersebut. Sehingga tak ada beban lagi bagi Pemerintahan Indonesia.

"Pendanaannya sudah kita selesaikan 3-4 tahun lalu, sehingga akhirnya Indonesia punya pesawat kepresidenan. Alhamdulillah bisa dibeli lunas karena anggaran sudah disiapkan sejak lama," ungkap Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani.

Selain menghemat, Pemerintah Indonesia juga memiliki keuntungan lainnya. Indonesia dipercaya bisa lebih pede membusungkan dada di depan negara lainnya. Lebih bergengsi. Pasalnya, negara sekelas Jepang dan Singapura pun tak memiliki meskipun negara yang tergolong sudah mapan. "Supaya kita punya prestige dan yang bakal pakai lama pesawat ini adalah presiden di periode mendatang," pungkas Askolani.

Alasan penghematan ini dianggap tidak tepat. Karena negara sekelas Singapura dan Jepang saja belum memiliki pesawat kepresidenan. Indonesia masih tergolong negara yang belum memerlukan keberadaan pesawat kepresidenan. Padahal, pimpinan di Singapura terbukti banyak melakukan kunjungan ke luar negeri yang membutuhkan pesawat besar.

Demikian pula di Jepang. Perdana Menteri (PM) negara ini juga memakai Japan Airlines sebagai pesawat kepresidenan. Sementara Indonesia dengan tingkat kemakmuran di bawah kedua negara tersebut, dinilai belum saatnya memiliki pesawat kepresidenan, alias mubazir.

"Presiden Singapura yang negaranya lebih kaya dari Indonesia, PM di sana masih memakai pesawat komersial yakni Singapura Airlines," ujar Pengamat Penerbangan Alvin Lie.

Indonesia justru lebih efisien bila menyewa pesawat seperti yang selama ini dilakukan. Pertama, dengan tingkat efisiensi berbanding pemakaian pesawat tersebut terhadap kegiatan Presiden. "Dari sisi keekonomian baru mencapai titik 200 jam sebulan. Sementara pemakaian kita di bawah itu, jadi tidak ekonomis, lebih baik sewa," jelas Alvin.

Selain itu, dengan pemakaian yang minim maka pemerintah juga harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk operasional maupun perawatan pesawat ini. Seperti biaya awak kabin, parkir pesawat dan perawatan lainnya. Pada pesawat kepresidenan ini setidaknya harus memiliki 5 set awak -- 1 set terdiri dari 1 pilot dan co-pilot. Adapula awak kabin lain seperti pramugari dan teknisi.

Kondisi berbeda bila Indonesia hanya menyewa pesawat. Pemerintah cukup merogoh kocek pada saat penyewaan, sehingga tak perlu pusing mengeluarkan biaya operasional, perawatan dan lainnya. "Pesawat kepresidenan ini juga terlalu besar untuk keperluan presiden sehari-hari, terlalu mewah," tegas Alvin.

Munculnya warna biru di moncong dan punggung burung besi itu juga menjadi pertanyaan. Terlebih pembelian pesawat baru muncul di tengah tahun politik. Masa pemilu 2014 yang umumnya banyak dimanfaatkan bagi partai atau pejabat incumbent untuk berkampanye. Apalagi warna biru merupakan warna partai pimpinan SBY. Sementara warna merah putih yang melambangkan bendera Indonesia hanya sekedar 'pemanis', bukan warna dominan.

Namun hal ini ditepis. Menurut Sudi, pemilihan warna bukan ditentukan presiden. Pemilihan warna tersebut murni kebijakan Kementerian Sekretaris Negara selaku pelaksana pengadaan. "Warna saya kira bukan presiden yang menentukan, dan kenapa musti mempermasalahkan?" tepisnya.

Dalam proses perencanaan, menurut Sudi memang ada 14 warna alternatif yang akan dijadikan dasar pesawat tersebut. Namun, alasan dipilihnya warna biru itu karena pesawat ini akan dioperasikan TNI Angkatan Udara yang juga identik dengan warna biru pesawat itu. "Saya undang beberapa pejabat semacam pendapat. Lebih dari separuh memilih warna ini. Dan kebetulan yang operasikan AU, warna mirip toh," tegas Sudi.

Menurut Sudi, pemilihan warna biru langit pesawat yang akan dirawat maskapai Garuda Indonesia ini didasari faktor keamanan penerbangan. "Lalu untuk security penerbangan, warna kamulflase," tandas Sudi.

Yang lebih penting lagi, kata Sudi, pembelian pesawat ini bukan sekadar menorehkan jejak sejarah kepemimpinan SBY. Tapi untuk kepentingan presiden setelahnya. "Kalau presiden yang sekarang 2 atau 3 kali lagi masih sempat bisa menggunakan itu. Utamanya tentu presiden terpilih yang akan lebih banyak," pungkas Sudi. (Rizki Gunawan)