Sukses

Terbukti Terima Suap, Emir Moeis Divonis 3 Tahun Penjara

Terdakwa Izedrik Emir Moeis dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana menerima suap dalam kasus kasus dugaan suap PLTU Tarahan, Lampung.

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Izedrik Emir Moeis dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana menerima suap dalam kasus kasus dugaan suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Lampung, tahun 2004. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta pun memvonis politisi PDIP itu 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider kurungan 3 bulan penjara.

"Menjatuhkan putusan oleh karenanya kepada terdakwa Izedrik Emir Moeis dengan pidana penjara selama 3 tahun, dikurangkan dari masa tahanan yang telah dijalani seluruhnya," kata Hakim Ketua Matheus Samiadji saat membacakan amar putusan Emir saat membacakan vonis di PN Tipikor, Jakarta, Senin (14/4/2014).

Menurut Matheus, mantan Ketua Komisi XI DPR itu terbukti menerima suap sebesar US$ 423 ribu dari Alstom Power Incorporated (Amerika Serikat) melalui Presiden Direktur Pacific Resources Inc., Pirooz Muhammad Sharafih. Uang sebanyak itu terbukti dimaksudkan supaya Emir memenangkan konsorsium Alstom Inc., Marubeni Corporation (Jepang), dan PT Alstom Energy System (Indonesia) dalam pembangunan 6 bagian Pembangkit Listrik Tenaga Uap 1.000 megawatt di Tarahan, Lampung, pada 2004.

Majelis juga menilai hal-hal yang memberatkan Emir adalah tidak mendukung pemberantasan korupsi dan tidak mencontohkoan perilaku bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Sedangkan belum pernah dihukum, mengidap sakit jantung, berbakti kepada negara dengan menjadi anggota DPR selama 3 periode, dan memiliki tanggungan keluarga menjadi pertimbangan yang meringankan.

Emir terbukti melanggar delik dakwaan alternatif kedua. Yakni Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001.

Hukuman itu lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut Emir dengan pidana 4 tahun 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 5 bulan.