Sukses

Saksi: Kontrak Adhi Karya di Hambalang Salahi Prosedur

Saksi Prata Kadir menyebut proses sub kontrak yang dilakukan PT Adhi Karya dalam proyek Hambalang menyalahi prosedur yang semestinya.

Liputan6.com, Jakarta - Manajer Proyek PT Wijaya Karya, Prata Kadir dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa mantan Kepala Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya, Teuku Bagus Mokhammad Noor. Dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek Hambalang ini, Prata menyebut sejumlah hal terkait PT Adhi Karya, perusahaan kontraktor proyek Hambalang.

Dalam kesaksiannya, Prata mengatakan, proses sub kontrak yang dilakukan PT Adhi Karya dalam proyek Hambalang menyalahi prosedur yang semestinya. Adapun penerima sub kontrak tersebut adalah PT Global Daya Manunggal dan Dutasari Citralaras.

"Yang saya tahu memang proses perolehannya sub kontraktor tidak melalui prosedur yang benar," kata Prata di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Selasa (15/4/2014).

Majelis hakim yang diketuai Amin Ismanto kemudian meminta Prata menjelaskan lebih rinci maksud dari proses sub kontraktor yang menyalahi prosedur tersebut. "Yang Anda ketahui proses sub kontraktor tidak melalui prosedur, terus yang benar bagaimana?" tanya Amin.

Menurut Prata, proses sub kontraktor yang benar adalah dengan cara memanggil dan membuka lelang kembali dengan sub-sub kontraktor terkait. Tujuannya untuk membandingkan harga sub yang satu dengan yang lainnya. Sementara, hal tersebut tidak dilakukan oleh Adhi Karya.

"Mestinya kalau kita mau cari sub kontrak menawarkan sub-sub terkait, beberapa sub kita undang. Istilahnya ditenderkan kembali," jelas Prata.

Pada persidangan sebelumnya, Teuku Bagus didakwa telah memperkaya diri sendiri dan orang lain terkait proyek Hambalang. Dia didakwa bersama-sama dengan Andi Mallarangeng, Choel Mallarangeng, dan Wafid Muharam dalam melakukan dugaan korupsi. Atas perbuatannya itu, negara merugi hingga ratusan miliar rupiah.

"Dapat merugikan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 464,51 miliar," kata Jaksa I Kadek Wiradana saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Selasa pekan lalu.

Karena itu terdakwa diancam dengan dakwaan kumulatif, yaitu melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Kedua, melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. (Raden Trimutia Hatta)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini