Sukses

Adnan Buyung: Kasus Anas Urbaningrum Jalan di Tempat

Adnan Buyung Nasution menilai, penanganan kasus Anas Urbaningrum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jalan di tempat.

Liputan6.com, Jakarta - Kuasa Hukum Anas Urbaningrum, Adnan Buyung Nasution menilai, penanganan kasus kliennya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jalan di tempat. Anas ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi terkait proyek Hambalang dan tindak pidana pencucian uang.

"Ini tarafnya masih pertarungan politik, saya lihat begitu. Perkara hukumnya masih stagnan," kata Adnan Buyung di Gedung KPK, Jakarta, Senin (21/4/2014).

Adnan Buyung menilai, selama Anas berperkara di KPK, yang terjadi adalah perang pernyataan. Substansi pernyataannya tidak lebih dari sekadar motivasi politik.

Dia menegaskan, ada nuansa politik kental di dalam perang pernyataan yang terjadi selama ini. Terutama antara Anas dan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. "Tapi saya tidak mau ikut campur dulu, biar saja. Saya memfokuskan diri pada kasus hukumnya," ujarnya.

Buyung mengatakan, proses hukum kliennya baru bisa menemukan dugaan pemberian Toyota Harrier dalam proyek Hambalang. Namun, hal itu masih prematur untuk dijadikan dasar penetapan Anas sebagai tersangka, karena tidak cukup bukti.

"(Harrier) itupun nggak ada apa-apanya. Inilah yang saya bilang dari mula, saya sesalkan, KPK kok terlalu dini, terlalu pagi menangkap dan menahan Anas. Padahal belum ada apa-apa. Sekarang sudah 4 bulan jalan, sementara kasusnya saja sudah hampir 2 tahun, tidak maju-maju," ucap Buyung.

Karena itu, Buyung mempertanyakan kredibilitas KPK dalam perkara tersebut. Ia menganggap, kliennya tak memiliki kejelasan.

"Ini yang saya harus pertanyakan, sampai kapan Anas digantung perkaranya. Saya berharap KPK tidak tersendat-tersendat, jadi orang jadi terkatung-katung perkaranya di sini saja, kayak disandera," ucapnya.

Dalam kasus penerimaan hadiah atau gratifikasi proyek Hambalang dan proyek-proyek lain ini, Anas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mengacu pada pasal tersebut, Anas terancam hukuman maksimal 20 tahun kurungan penjara.

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut diduga menerima hadiah mobil Toyota Harrier dari PT Adhi Karya dalam proses perencanaan proyek Hambalang. Selain gratifikasi, dalam pengembangannya penyidik KPK juga menetapkan Anas sebagai tersangka dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Terkait pencucian uang, Anas disangka melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan atau Pasal 3 ayat 1 dan atau Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.