Liputan6.com, Jakarta- Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, Malaysia memulangkan 9 tenaga kerja wanita Indonesia (TKI) korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK).
Dari 9 TKW tersebut, 8 di antaranya merupakan korban TPPO yang diberangkatkan oleh agen perseorangan berkewarganegaraan Indonesia atas nama FZ atau dikenal dengan nama panggilan Ina. 7 Orang di antaranya berusia di bawah umur, namun data tanggal kelahiran mereka di paspor diubah menjadi lebih tua.
"Para korban tersebut dijanjikan bekerja di rumah makan atau salon dengan gaji besar di Malaysia, namun ternyata dipekerjakan sebagai PSK. Mereka dikirim ke Malaysia dengan menggunakan paspor yang identitasnya tidak asli terutama usianya," kata Duta Besar RI untuk Malaysia Herman Prayitno dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Rabu (23/4/2014).
Dijelaskan dia, data KBRI Kuala Lumpur mencatat tiap tahun jumlah kasus TPPO yang ditangani oleh KBRI Kuala Lumpur meningkat yaitu 2 kasus (2012), 7 kasus (2013) dan 3 kasus (kuartal I 2014). Terungkapnya kasus TPPO dengan korban perempuan di bawah umur yang dijadikan PSK merupakan fenomena baru yang sangat mencemaskan.
Berdasarkan informasi dari para korban, masih banyak korban lainnya yang dieksploitasi sebagai PSK. Sebagian besar dari mereka masih di bawah umur. Saat ini KBRI terus berkoordinasi dengan Divisi Anti-Trafficking Polisi Malaysia untuk menyelamatkan mereka.
"Dari informasi yang telah terkumpul, KBRI Kuala Lumpur menilai apa yang saat ini terungkap hanya sebagai fenomena puncak gunung es dan diduga jaringan Ina hanya salah satu jaringan perdagangan orang yang beroperasi di Malaysia," jelas Herman.
Pada 22 April 2014, KBRI Kuala Lumpur juga menerima 3 korban TPPO yang dipekerjakan sebagai PSK yang salah satunya masih berusia 15 tahun. Namun ketiga WNI yang direkrut jaringan berbeda dengan jaringan Ina tersebut belum dapat dipulangkan.
"Saat ini KBRI Kuala Lumpur terus bekerja sama secara intensif dengan instansi terkait di Indonesia, terutama Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM RI yang telah secara cepat merespons mendukung penanganan kasus ini dengan memperkuat pengawasan pembuatan paspor di seluruh Kantor Imigrasi di Indonesia," ujar Herman.
Menurut dia, penegakan hukum yang efektif kepada semua pihak yang terlibat mulai perekrutan hingga pengiriman sangat diperlukan untuk memberikan efek jera. Otoritas Malaysia saat ini masih mengejar Ina yang telah diketahui identitas dan alamatnya di Malaysia. Selanjutnya, aparat penegak hukum di Indonesia dapat segera membongkar jaringan perekrutan kelompok Ina maupun yang lainnya.
"KBRI Kuala Lumpur mengajak semua pihak untuk bersama-sama memperkuat aspek pencegahan dengan melakukan public awareness campaign guna meningkatkan kewaspadaan, termasuk orangtua, terutama dengan adanya iming-iming bekerja di Malaysia dengan dijanjikan bayaran yang menggiurkan," tandas Herman.
(Shinta Sinaga)