Sukses

Eks Petinggi Kementerian PU Ngaku Tak Terima Duit Hambalang

Majelis hakim Tipikor menegur Guratno, dan mengatakan kesaksiannya berada di bawah sumpah.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Guratno Hartono bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek Hambalang. Saat bersaksi untuk terdakwa Andi Alfian Mallarangeng, Guratno dicecar sejumlah pertanyaan oleh majelis hakim yang dipimpin Haswandi.

Salah satu pertanyaan yang dilontarkan hakim adalah soal adanya aliran duit atas pengurusan pendapat teknis ke Kementerian PU. Guratno membantah menerimanya.

"Saya tidak terima," kata Guratno menjawab pertanyaan hakim di persidangan kasus dugaan korupsi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Senin (28/4/2014).

Mendengar jawaban tersebut, majelis hakim tidak puas. Bahkan, majelis hakim menegur Guratno, dan mengatakan kesaksiannya berada di bawah sumpah yang ia ucapkan sebelum sidang digelar.

"Saudara sudah disumpah. Saudara pilih dosa apa jujur?" kata hakim. Penegasan ini adalah kali ketiga dari majelis hakim.

Guratno yang kini menjabat Kepala Pusat Kajian Strategis Kemen PU kembali menjawab hal yang sama. "Saya tidak terima," ujarnya.

Majelis menanyakan soal aliran duit itu. Sebab dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) soal uang Rp 135 juta yang diberikan kepada Kementerian PU bersumber dari dana PT Adhi Karya. Uang diberikan kepada petugas penelaaah pendapat teknis Kementerian PU.

Selain nama Guratno, dalam dakwaan disebutkan nama Tulus, Sumirat, Hidayat, Widianto, Indah, Dedi Permadi, dan Bramanto. "Mereka staf Dirjen Cipta Karya, tapi tidak semua terlibat," kata Guratno.

Namun begitu, Guratno mengakui, menerima surat dari pejabat Kemenpora terkait rekomendasi teknis untuk mengajukan permohonan pelaksanaan proyek P3SON Hambalang. Kemudian tim teknis melakukan analisa terhadap permohonan teknis tersebut.

"Bangunannya apa saja, volumenya, dan sebagainya. Masing-masing membutuhkan waktu pelaksanaan berapa lama. Bangunan-bangunan mana saja yang akan melebih satu tahun anggaran pelaksanaannya," ujarnya.

"Kalau ada bangunan melebihi satu tahun anggaran pelaksanaannya, kementerian yang memutuskan apakah multiyears atau tidak," kata Guratno sembari menjelaskan, hasil analisa permohonan itu dikirim lagi ke Kemenpora. (Raden Trimutia Hatta)