Sukses

Ngotot Tak Terima Suap, Rudi Rubiandini Tak Akan Tangisi Vonis

Rudi berharap, majelis hakim dapat memberi hukuman yang sesuai dan adil.

Liputan6.com, Jakarta - Menjelang pembacaan vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudi Rubiandini masih ngotot tidak bersalah dalam kasus dugaan suap di lingkungan SKK Migas. Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) itu masih membantah telah menerima uang dari sejumlah pihak.

"Selama ini apa yang dituduhkan kepada saya menerima suap, itu tidak benar. Saya tidak pernah minta. Dan saya melakukan tender dengan benar," kata Rudi di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Selasa (29/4/2014).

Rudi menganggap, vonis yang akan dijatukan kepadanya bukan hal penting, berapa pun hukuman yang diterimanya nanti. Dia berharap, majelis hakim dapat memberi hukuman yang sesuai dan adil.

"Kalau saya sih vonis hari ini nggak penting. Nggak tahu kalau hakimnya takut sama KPK," ketus Rudi.

Rudi mengaku, tidak akan sedih jika nanti majelis hakim mengetuk palu vonis terhadap dirinya. Sebab, lagi-lagi Rudi membantah, dirinya sama sekali tidak menerima suap, seperti yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Saya juga nggak akan menangis bombay. Saya masih punya harga diri. Sudah jelas di pledoi saya, saya nggak menerima suap, nggak melakukan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang). Yang melakukan itu kan Deviardi -- tersangka kasus suap SKK Migas -- semua, lalu bilang saya yang suruh," tegas Rudi.

Jaksa sebelumnya menuntut Rudi 10 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan penjara. Dia dinilai terbukti menerima uang dari sejumlah pihak terkait beberapa lelang proyek minyak mentah perusahaan rekanan di SKK Migas.

Rudi juga diyakini melakukan pencucian uang pada 11 Januari 2013-13 Agustus 2013. Ini dilakukan Rudi dengan cara menitipkan uang sejumlah USD 772,500 dan SGD 800 ribu. Membelanjakan dan membayarkan sejumlah Rp 3,679 miliar, menempatkan uang sejumlah USD 300 ribu, mengalihkan uang Rp 300 juta, dan menukarkan mata uang asing Rp 2,989 miliar.

Menurut jaksa, Rudi tidak bisa membuktikan uang yang dimiliki berasal dari penghasilan yang sah. Jaksa juga menolak alibi Rudi soal adanya tekanan, sehingga mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu menerima duit dari sejumlah pihak.

Rudi dinilai melanggar Pasal 12 huruf a, Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Sedangkan Deviardi dituntut 5 tahun penjara oleh jaksa. Dia juga diharuskan membayar uang denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan penjara. Dia dinilai terbukti menjadi perantara penerimaan uang kepada Rudi, termasuk ikut terlibat dalam pidana pencucian uang. (Raden Trimutia Hatta)