Liputan6.com, Jakarta - Kaum buruh menilai prestasi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tidak memuaskan dalam menyelesaikan persoalan buruh di Ibukota. Ketika Pemprov DKI menyepakati kenaikan upah layak hidup dari Rp 1,5 juta menjadi Rp 2,2 juta, ternyata instruksi itu tidak dipatuhi perusahaan tempat buruh bekerja.
"Percuma Jokowi. Dulu pas kita ada tuntut dari Rp 1,5 menjadi Rp 2,2 juta, terus dia menyepakatinya. Ternyata aturan tersebut tidak diikuti oleh perusahaan, kemudian dilakukan penangguhan. Namun hingga kini mana?" kata Ketua Umum Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992 Sunarti di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Kamis (1/5/2014).
Ia menilai kebijakan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta itu tidak ada bedanya dengan para penentu kebijakan pendahulunya, yang hanya mengumbar janji, kemudian melupakannya begitu saja.
"Bagi saya dia sama juga, apa sih bedanya. Jangan merasa hebat, sedangkan dalam pelaksanaannya nihil, jangan gebyarnya sok-sokan mendukung buruh," ucap Sunarti.
Tidak hanya Jokowi, Sunarti juga menilai capres lainnya agar tidak merasa hebat. Karena dalam pelaksanaannya masih sangat nihil. Namun pihaknya mengaku belum menentukan capres ideal mendatang.
"Sampai hari ini, belum ada yang kami pilih baik secara pribadi maupun organisasi, mereka (para capres) sama aja. Tidak ada yang melaksanakan janjinya soal Kesejahteraan buruh. Setelah jadi, dia lupa," tandas dia.
Para buruh dalam aksinya menuntut pengapusan sistem kerja alih daya, meningkatkan upah minimum sebesar 30 persen, dan memperbaiki pengelolaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). (Sss)
Ketua SBSI: Jokowi Jangan Sok-sokan Dukung Buruh
Kaum buruh menilai prestasi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tidak memuaskan dalam menyelesaikan persoalan buruh di Ibukota.
Advertisement