Sukses

Pertandingan Anas Vs Sang Sutradara

Kasus bailout Bank Century, proyek pusat olah raga Hambalang telah lama disebut-sebut memiliki keterkaitan.

Liputan6.com, Jakarta - Oleh: Oscar Ferry, Sugeng Triono

Dibalut rompi orange tahanan, Anas Urbaningrum keluar dari mobil tahanan di Gedung Pemberantasan Korupsi (KPK) Jumat 2 Mei 2014 siang. Hari yang kerap disebut-sebut sebagai hari keramat di lembaga pimpinan Abraham Samad itu.

Hari itu pula hari pertama Anas mendekam di tahanan KPK, tepatnya Jumat 10 Januari 2014 lalu. Sudah belasan kali Anas mendatangi lembaga anti rasuah itu. Kali ini, ia akan menjalani pemeriksaan penyidik KPK, sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi atau hadiah terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Sport Centre Hambalang.

Sejak ditahan KPK, Anas bak selebriti. Tak heran saat ia tiba di Gedung KPK, semua kamera tertuju kepada Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu. Siang itu, Anas menanggapi soal kesaksian Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang hari itu bersaksi pada persidangan kasus bailout dana Bank Century.

Namun bukan mengomentari kesaksian Direktur Bank Dunia itu, ia justru mempertanyakan kesaksian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam persidangan kasus itu. Menurut Anas, SBY mengetahui perkara dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) Bank Century dan penetapan bank itu sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Anas pun heran, mengapa hingga saat ini KPK belum meminta keterangan SBY sebagai saksi. "Memang Pak SBY pernah bilang saya tidak tahu, saya tidak dilapori, dan seterusnya. Tetapi yang saya tahu, Pak SBY tahu betul tentang itu dan dilapori, tetapi sampai sekarang yang saya heran kenapa tidak dimintai kesaksian dalam kasus Bank Century?" ujar Anas di Gedung KPK.
 
Pada kesempatan itu, Anas juga mengatakan KPK yang sedang mendalami dugaan aliran dana proyek Hambalang ke Kongres Partai Demokrat di Bandung 2010 lalu. Maka itu Anas berharap KPK seharusnya juga memeriksa SBY dan anaknya, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas.

Anas berasalan, keduanya merupakan saksi fakta yang keterangannya penting untuk dimintai dalam perkara ini. "Yang penting dari kasus saya ini yang sangat penting untuk dimintai kesaksian adalah Pak SBY, tetapi sampai sekarang Pak SBY belum dimintai kesaksian atau didatangi oleh penyidik untuk dimintai kesaksian."

"Padahal, menurut saya, Pak SBY itu saksi fakta yang penting juga Mas Ibas, kesan saya juga sama dalam kasus Bank Century," sambung Anas.

SBY dan Ibas diajukan sebagai saksi meringankan kasus Hambalang. Uang Rp 250 juta itu dikabarkan adalah pemberian dari SBY kepada Anas, Rp 200 jutanya disebut-sebut digunakan sebagai uang muka pembelian mobil Toyota Harrier. Mobil tersebut yang kemudian disangkakan KPK kepada Anas sebagai gratifikasi proyek Hambalang.

Kuasa Hukum Anas, Firman Wijaya menyebutkan, sebelum Kongres Demokrat 2010 lalu di Bandung, ada pertemuan antara Anas, SBY, dan Seskab Sudi Silalahi. Dalam pertemuan itu disampaikan kepada Anas apa jadinya jika partai Demokrat dipimpin Marzuki Alie.

Kesaksian Sri Mulyani

Pada saat bersamaan, Sri Mulyani di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta mengungkapkan sejumlah kesaksian seputar pemutusan Bank Century sebagai bank gagal sistemik. Namun kesaksian Direktur Bank Dunia itu tak jauh berbeda dengan pernyataan sebelumnya. Tak ada fakta baru yang diungkapkan.

Di antaranya soal dirinya mendapat laporan kondisi Bank Century saat berada di Washington DC, Amerika Serikat. Saat itu, 13 November 2008, dia mendapat laporan melalui teleconference dengan petinggi-petinggi Bank Indonesia (BI).

Ia mengaku tidak begitu tahu siapa saja petinggi BI yang ikut dalam teleconference itu. Tapi dari suara yang ia dengar ada Muliaman Hada, Siti Fadjrijah, dan Miranda Swaray Goeltom. Dalam teleconference dibahas mengenai krisis perekonomian yang melanda dunia. Pada 2008 seluruh negara terkena dampak akibat krisis ekonomi tersebut.

"Instruksinya Indonesia harus siap hadapi krisis dan tidak masuk dalam IMF. Maka keluar Perppu mengenai penjaminan LPS, FPJP, dan JPSK. Diinstruksikan oleh Presiden dan Wapres, Indonesia tak boleh kena krisis dan tidak boleh beri jaminan penuh," ucap Sri Mulyani.

Sri Mulyani juga mengaku melaporkan hasil rapat yang dilakukan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada 21 November 2008 kepada SBY. Rapat yang membahas bailout Bank Century itu dihadiri sejumlah pejabat Lembaga Penjamin Sosial (LPS), petinggi Bank Indonesia, dan Dirjen Pajak yang saat itu dijabat Agus Martowardojo.

Sri Mulyani yang kala itu sebagai Ketua KSSK melaporkan hasil rapat ke Presiden SBY melalui pesan singkat. "Sesudah pengambilan keputusan saya lapor ke presiden cc wapres melalui pesan singkat. Masih di hari Jumat itu. Setelah itu kami rapat lagi," kata Sri di muka sidang.

Sri Mulyani juga menghadap Wapres yang saat itu Jusuf Kalla (JK) mengenai pengambilan putusan dalam rapat KSSK. Sri juga membenarkan, dirinya melapor ke JK bersama Gubernur BI saat itu, Boediono.

"Kami menghadap ke JK bersama Gubernur BI pada 25 November 2008 disampaikan Century berdampak sistemik dan sudah diambil alih oleh LPS," katanya.

Pada sidang itu, Sri Mulyani juga mengaku merasa didesak saat rapat KSSK pada 21 November 2008. "Dalam rapat KSSK, saya diminta oleh Bank Indonesia pada tanggal dan hari itu juga untuk segera menentukan apakah akan menutup Bank Century atau menyelamatkan bank tersebut," katanya.

Sri yang saat itu menjabat Ketua KSSK akhirnya meminta waktu kepada BI untuk pengambilan keputusan. Tapi oleh BI dia hanya diberi 4,5 jam untuk memutuskan status Bank Century. Sebab, status Bank Century harus diputuskan pada saat itu juga.

Sri akhirnya memutuskan Bank Century adalah bank gagal berdampak sistemik. Mengingat, waktu yang diberikan sangat mepet. Berdasar itu, Bank Century akhirnya diambil alih LPS dengan nilai Penyertaan Modal Sementara (PMS) sebesar Rp 632 miliar. Hal tersebut ditujukan agar rasio kecukupan modal (CAR) menjadi positif 8%.

Selain itu, Sri mengaku keputusan menyelamatkan Bank Century juga ditujukan untuk mencegah krisis moneter yang pernah melanda Indonesia. "Malam hari itu dibutuhkan Rp 632 miliar dengan pertimbangan mencegah sistem keuangan rusak yang nilainya Rp 1,7 triliun."

"Sebagai pembuat kebijakan saya pertimbangkan keluarkan Rp 632 miliar dengan sistem keuangan, agar masyarakat tidak resah, seperti yang terjadi tahun 1997 dan 1998," imbuhnya.

Alasan tidak menutup Bank Century juga didukung untuk mencegah runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Sebab, BI melaporkan ada 18 bank lain yang juga bermasalah seperti Century. Pemerintah saat itu tidak menginginkan Indonesia terjerat krisis moneter untuk kedua kalinya.

Tak hanya itu, Sri Mulyani juga menyebutkan, Boediono saat menjabat Gubernur BI pernah mengeluarkan rilis kepada media terkait kondisi perbankan Indonesia. Rilis tersebut menyebutkan tentang penilaian kondisi perbankan Indonesia yang masih stabil dan sehat.

Alasan Boediono mengeluarkan pernyataan dalam rilis yang dikeluarkan pada 14 November 2008 tersebut tak lain agar masyarakat tenang. "Tujuannya untuk menenangkan masyarakat," kata Sri Mulyani.

Data Dana Kampanye

Anas akan menyerahkan data dan informasi terkait dana kampanye Partai Demokrat pada 2009 seperti yang kerap diutarakannya dalam berbagai kesempatan. Namun hingga kini data tersebut belum juga diserahkan kepada KPK. Mungkinkan ia sengaja menunggu saat yang tepat?

"Nanti kalau sudah lengkap, insyaallah akan diserahkan," kata Anas di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 17 April lalu.

Menurut Anas, dirinya tengah mempersiapkan penjelasan secara tertulis terkait data dan dokumen dana kampanye Partai Demokrat 2009. Alasannya, agar para penyidik mengerti guna bisa menelaahnya lebih jauh. "Nanti kalau tidak dijelaskan ya tidak tahu kan, nanti tidak bisa membaca data itu," ujarnya.

Naman beberapa waktu lalu Anas juga mengaku telah menyerahkan informasi dan data kepada KPK terkait dana kampanye Pilpres 2009 yang diduga menggunakan sumber fiktif. Data itu disebut-sebut berisi hasil audit akuntan independen tentang penerimaan dan pengeluaran dana kampanye Pilpres 2009.

Dari data audit itu, terlihat bahwa dari daftar penyumbang, apakah itu perseorangan atau korporasi, dana yang terkumpul jumlahnya sebesar Rp 232 miliar. Anas mengatakan, daftar penyumbang perseorangan maupun korporasi itu bukan dalam arti sesungguhnya. Melainkan penyumbang fiktif.

"Itu ada sebagian penyumbang perseorangan dan korporasi yang sesunguhnya tidak menyumbang atau hanya dipakai namanya saja," kata Anas usai menyelesaikan pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 21 Maret lalu.

Anas menilai, daftar penyumbang fiktif itu yang perlu ditindaklanjuti lebih jauh oleh KPK. Sebab, Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu kemudian mengaitkan sumbangan dana yang menggunakan sumber fiktif itu dengan kasus pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Anas menuding demikian, mengingat pencairan dana FPJP Bank Century yang mencapai sekitar Rp 7,4 triliun itu terjadi tidak dalam rentang waktu yang lama sebelum penyelenggaraan Pilpres 2009. Apalagi, SBY saat itu maju sebagai capres dari Partai Demokrat.

Sutradara di Balik Nazar

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin memang kerap 'bernyanyi'. Bahkan, 'nyanyian' Nazaruddin tak jarang turut menjerat pihak lain menjadi tersangka kasus korupsi. Sasaran tembak Nazaruddin belakangan adalah Anas. Anas seolah tahu semua di balik nanyian sang burung Nazar. Ia pun menuding, ada sutradara di balik Nazaruddin selama ini.

"Kalau itu ada sutradaranya kan. Nazar nggak penting di situ, yang penting sutradaranya," kata Anas usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin 28 April lalu.

Sutradara di balik Nazaruddin menurut Anas bukan orang sembarangan. Namun, ia enggan menyebut siapa sutradara yang dimaksudnya itu. "Sutradaranya yang pasti orang kuatlah," kata Anas.

Saat disinggung, orang kuat yang dimaksud itu berkaitan dengan Cikeas? Anas menjawab dengan bernada gurau. "Saya kan bukan lurah di sana (Cikeas), mana tahu saya," ucapnya.

Cikeas sendiri merupakan daerah tempat tinggal Presiden sekaligus Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Selama ini, kerap digelar pertemuan yang berkaitan dengan urusan Partai Demokrat di Puri Cikeas, Bogor, tempat kediaman SBY.

Seperti diketahui, Nazaruddin beberapa waktu terakhir 'bernyanyi' terkait dengan Anas Urbaningrum. Misalnya soal Anas memiliki tambang di Riau dan Kalimantan. Tak cuma itu, Nazaruddin juga menyebut Anas memiliki hotel dan menggelontorkan uang Rp 300 miliar untuk memenangi Kongres Partai Demokrat 2010 serta untuk membeli saham perdana PT Garuda Indonesia.

Soal tambang itu, Anas pun menjawab santai. "Saya pernah beli tambang, tapi di Pasar Rumput," kata Anas, Senin 21 Maret lalu. Anas juga membantah pernyataan pengacara Nazaruddin, Elza Syarief, yang menyebut dia menyimpan uang Rp 2 triliun di Singapura. Dia menganggap semua pernyataan Elza dan Nazaruddin itu sebagai fitnah.

Sementara kuasa hukum Anas, Adnan Buyung Nasution menilai, penanganan kasus kliennya di KPK jalan di tempat. Advokat senior itu melihat kasus kliennya banyak dibumbui politisasi. Selama kliennya berperkara di KPK, yang terjadi adalah perang pernyataan. Substansi pernyataannya tidak lebih dari sekadar motivasi politik.

"Ini tarafnya masih pertarungan politik, saya lihat begitu. Perkara hukumnya masih stagnan," kata Adnan Buyung di Gedung KPK, Jakarta, Senin 21 April.

Buyung menegaskan, ada nuansa politik kental di dalam perang pernyataan yang terjadi selama ini. Terutama antara Anas dan SBY. Proses hukum kliennya baru bisa menemukan dugaan pemberian Toyota Harrier dalam proyek Hambalang. Namun, hal itu masih prematur untuk dijadikan dasar penetapan kliennya sebagai tersangka, karena tidak cukup bukti.

"Tapi saya tidak mau ikut campur dulu, biar saja. Saya memfokuskan diri pada kasus hukumnya," ujarnya.

Perang politik itu rupanya tak sabar dituntaskan. Anas ingin segera menjalani persidangan meski berkas hukumnya belum juga rampung. Bagi dia, duduk di kursi pesakitan ibarat sebuah pertandingan, pertandingan membuktikan kebenaran.

"Kalau sidang kan bagus dong, sidang itu kesempatan untuk mempertandingkan kebenaran," ujar Anas di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 2 April.

Tak hanya Anas, publik juga sepertinya sudah tak sabar menyaksikan proses persidangan Anas, untuk mengetahui siapa sosok 'sutradara' di balik si burung Nazar itu. Atau menyaksikan tersangka baru kasus bailout Bank Century yang akan melewati Jumat keramat KPK. (Ali)

Video Terkini