Sukses

JK Siap Bersaksi dalam Sidang Kasus Century

"Saya bersedia. Saya tanggal 8 (Mei 2014)," kata Jusuf Kalla.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla siap menjadi saksi dalam sidang perkara pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dengan terdakwa mantan Deputi Gubenur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa dan Kantor Perwakilan (KPW) Budi Mulya.

"Saya bersedia. Saya tanggal 8 (Mei 2014)," kata politisi senior Golkar yang akrab disapa JK itu di Jakarta, Sabtu (3/5/2014) malam.

Sebelumnya diberitakan, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) K.M.S. Roni telah menjadwalkan JK sebagai saksi dalam kasus tersebut. "Pak JK belum konfirmasi, surat sudah disampaikan. Tapi kemungkinan bisa hari Kamis (8/5) kalau tidak bisa hari Senin (5/5)," beber Roni seusai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Jumat 2 Mei

Sebelumnya, Jumat 2 Mei lalu mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah bersaksi dalam kasus tersebut.

Sedangkan pada Jumat pekan depan jaksa sudah menjadwalkan pemeriksaan mantan Gubernur BI Boediono yang saat ini menjabat sebagai Wakil Presiden di pengadilan.

Boediono, selain menjadi Gubernur BI saat Bank Century mendapat FPJP sebesar Rp 689 miliar, juga merupakan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga Bank Century pun diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dengan pengucuran modal sementara hingga Rp 6,7 triliun.

Sedangkan Jusuf Kalla adalah wakil presiden yang dilaporkan secara langsung oleh Sri Mulyani dan Boediono pada 24 November 2008 mengenai putusan KSSK. Keduanya melapor ke Jusuf Kalla karena saat itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berada di luar negeri.

Jaksa KPK mendakwa Budi Mulya dengan dakwaan primer dari pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP; dan dakwaan subsider dari Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar. (ant)