Liputan6.com, Jakarta - Kepala Prodi Kimia Universitas Bojonegoro (Kaprodi Kimia Unigoro) Jawa Timur M Bakhru Thohir memulai kelas praktisi mengajar pada Rabu (25/10/2023).
"Instrumen-instrumen yang kita pelajari prinsipnya setiap minggu tidak akan pernah hidup sampai kita menemukan di mana konteks ia akan digunakan," ujar Bakhru melalui keterangan tertulis, Rabu (25/10/2023).
Dia menyebut, Kimia Unigoro sudah rutin mengadakan kelas praktisi mengajar selama 2 semester ini, bahkan sebelum program disahkan oleh pemerintah, sudah rutin mengundang beragam tamu untuk mengisi kuliah tamu.
Advertisement
"Karena praktisi mengajar, atau belajar langsung dari orang yang hidupnya dilalui dengan menjadi seorang ahli di suatu bidang, akan memberikan gambaran yang jelas bagaimana ilmu-ilmu yang dipelajari di kelas mendapatkan ruangnya," papar Bakhru.
Menurut dia, salah satu masalah dunia pendidikan adalah tidak relevannya antara apa yang dipelajari dengan dunia kerja.
"hal ini mudah digali dengan pertanyaan 'kamu kuliahnya apa dan sekarang kerjanya apa?' atau 'berapa persen ilmu saat kuliah yang digunakan bekerja?' Yang jawabannya kebanyakan sedikit. Hal seperti ini yang, mungkin, coba diantisipasi pemerintah dengan menggelar program praktisi mengajar," terang Bakhru. Selain itu, lanjut dia, program-program seperti praktisi mengajar juga menjadi penting untuk mahasiswa mengetahui keluasan dunia, terlebih untuk yang ada di lingkungan Universitas Bojonegoro.
"Bahwa luas dunia ini bukan lah hanya selebar bentangan bengawan solo saja, masih ada banyak sekali dunia di luar sana yang perlu diakrabi. Bahwa kita semua juga bisa berkawan dengan itu semua," ucap Bakhru.
Â
Datangkan Dosen Praktisi
Praktisi mengajar pertama di semester ini dilakukan Prodi Kimia Universitas Bojonegoro dengan mendatangkan dosen praktisi dari PT Wilmar Nabati Indonesia (WINA) yakni Fahmi Eksa Sagita.
Fahmi Eksa Sagita berasal dari QC Department di PT WINA. Topik yang dibawakannya adalah konteks dan kegunaan instrumen spektrofotometer UV-Vis dan FTIR di dunia QC, terlebih di Industri oleokimia.
"Dipilihnya industri oleokimia karena bahan bakunya yang terbarukan dan pemanfaatannya amat luas. Sementara salah satu sumber oleokimia yang paling masyhur di Indonesia tentu kelapa sawit, terlepas dari banyaknya sengkarut soal pengurusan tanah lahan sawit, kita tidak bisa begitu saja melepaskan fakta bahwa tanaman kelapa sawit banyak sekali manfaatnya. Dan oleh karenanya pemanfaatan dan pendayagunaan maksimal di Indonesia perlu dimaksimalkan," terang dia.
Fahmi menjelaskan, dua di antara instrumen yang paling berpengaruh untuk menentukan kualitas dari hasil olahan kelapa sawit adalah spektrofotometer UV-Vis dan FTIR.
"Instrumen paling sering digunakan selain dua ini tetap gas kromatografi. Tapi 2 instrumen ini juga penting untuk dilakukan analisanya. UV-Vis akan mendeteksi kandungan logam besi maksimal dalam produk dengan mewarnainya dengan ligan, sementara FTIR digunakan untuk melihat kemurnian produk dengan disandingkan standar. Dua instrumen ini menjadi bagian untuk menentukan kualitas produk sebelum dilempar ke pasar," jelas dia.
Selanjutnya, prodi kimia masih akan melakukan 3 kali lagi praktisi mengajar, dengan nafas yang tetap sama, yakni menghidupkan ilmu-ilmu yang dipelajari dengan mengetahui di mana akan digunakan, terlebih di industri-industri kimia di Indonesia.
Advertisement