Â
Liputan6.com, Jakarta - Oleh: Oscar Ferri, Sugeng Triono, Rizki Gunawan
Persidangan kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik awal Mei ini menghadirkan 'orang penting'. Yakni Sri Mulyani, Jusuf Kalla (JK), dan Boediono.
Sri Mulyani menjadi saksi dengan kapasitasnya ketika itu sebagai Menteri Keuangan, JK sebagai Wakil Presiden, dan Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI).
Sri Mulyani yang saat ini Managing Director World Bank itu mendapat giliran terlebih dahulu untuk menjadi saksi di persidangan Pengadilan Tipikor, Kuningan, Jakarta Selatan pada Jumat 2 Mei 2014 pekan lalu.
Advertisement
JK yang kini Ketua Umum PMI bersaksi Kamis 8 Mei. Sementara Wakil Presiden Boediono mendapat kesempatan memberikan keterangannya pada Jumat 9 Mei.
Ada perbedaan soal perlakuan minum air saat proses persidangan pada masing-masing tokoh tersebut. Sri Mulyani ditegur hakim lantaran meminum air tanpa izin.
Dalam aturan sidang yang tertulis di seluruh situs resmi pengadilan seluruh Indonesia, makan dan minum di ruang sidang adalah hal yang dilarang.
"Saksi kalau mau minum izin pengadilan," ujar Ketua Majelis Hakim Afiantara.
Sontak, Sri Mulyani pun kaget. Ia mengaku tidak tahu apabila minum saat bersaksi di ruang adalah hal yang dilarang. "Mohon maaf Pak hakim, saya belum pernah ke pengadilan," jawab Sri Mulyani.
Ekonom lulusan University of Illinois Amerika Serikat itu pun kemudian meminta izin minum ke hakim. "Saya mohon izin untuk minum, boleh pak hakim?"
Akan tetapi Ketua Majelis Hakim Afiantara melarangnya lantaran berdasarkan peraturan, tidak boleh makan dan minum di dalam ruang sidang. "Ya nanti, di luar," jawab hakim.
Sri Mulyani pun menjawab, "Berarti, semestinya tadi (air minum) tidak boleh masuk. Mohon maaf Pak hakim."
Boleh Minum
Hal berbeda terjadi saat persidangan yang menghadirkan JK. Ketika anggota Majelis Hakim hendak mengajukan pertanyaan, Ketua Majelis Hakim Afiantara menawarkan JK untuk minum dengan catatan sidang diskors beberapa menit.
"Bapak mau minum terlebih dahulu," tanya hakim Aviantara kepaka JK.
JK yang tampak sudah mengetahui teguran yang menimpa Sri Mulyani sedikit mengekspresikan rasa segan untuk minum, dengan bertanya, "Boleh minum? Takutnya dilarang bapak." Ucapan JK itu langsung disambut tawa kecil sejumlah hadirin sidang.
Ketum Dewan Masjid Indonesia (DMI) akhirnya minum dari air yang dibawakan ajudannya, tanpa sidang diskors. Ia mengaku menolak sidang diskors lantaran ia merasa cuma perlu waktu sebentar untuk minum. Sehingga dirinya tak perlu meninggalkan ruang sidang.
Saat Boediono bersaksi, beda lagi ceritanya. Ketika itu, terdakwa Budi Mulya meminta izin untuk ke toilet. Majelis hakim pun men-skors sidang. Melihat Boediono kelelahan, Ketua Majelis Hakim Aviantara mempersilakan Pak Wapres untuk minum.
"Saksi Bapak Boediono sudah terlihat capek, dari pagi hingga jam segini. Apa mau minum dulu?" tanya Hakim Afiantara kepada Boediono.
Tidak ingin menolak kesempatan minum saat sidang di-skors, Boediono pun meminta izin untuk minum. "Kalau diizinkan yang mulia," jawab Boediono. Seorang ajudan yang membawa segelas air minum menghampiri Boediono. Dan Pak Wapres pun meminumnya.
Beda Kesaksian
Dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, Boediono bertindak sebagai pimpinan Bank Indonesia yang memberikan data awal ke soal masalah bank tersebut.
Sri Mulyani yang berperan sebagai Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) merekomendasikan agar pemberian FPJP tersebut dan menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Sementara JK yang kala itu sebagai Wakil Presiden bertindak sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Presiden. Sebab waktu itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sedang berada di luar negeri.
Dalam kesaksiannya, Sri Mulyani mengaku sudah melaporkan ke SBY dan JK mengenai dampak sistemik Bank Century melalui SMS atau pesan singkat. Laporan itu Sri Mulyani lakukan setelah rapat KSSK dengan pihak Lembaga Penjamin Sosial (LPS) dan pejabat Bank Indonesia.
"Sesudah pengambilan keputusan saya lapor ke presiden, cawapres melalui pesan singkat," ujar Sri Mulyani di Pengadilan Tipikor, 2 Mei.
JK yang hadir dalam persidangan kasus Century selanjutnya mengaku tak menerima laporan SMS tersebut dari Sri Mulyani. "Tidak ada itu," tegas JK di persidangan, 8 Mei.
Namun mantan Ketum Golkar itu mengaku menerima laporan itu dari Sri Mulyani dan Boediono pada kesempatan selanjutnya, 25 November 2008. Bukan laporan segera lewat SMS seperti yang dikatakan Sri Mulyani. Menurut JK, laporan yang ia terima itu tak detail.
"Saya tanya kenapa Anda (Gubernur BI) keluarkan (bailout) apa yang salah? Pemiliknya mengambil dana dijawab Gubernur BI, terjadi kriminalisasi perbankan. Saya katakan ini perampokan," ujar JK menuturkan pembicaraannya dengan Boediono soal bailout.
"Kita tidak bicara sistemik tanggal 25 November. (Baru ) hampir setahun kemudian tahu," ujar JK menjawab pertanyaan jaksa KPK KMS Roni.
Sedangkan menurut Boediono, ia tak ingat kata-kata apa yang diucapkan saat melapor ke JK. Tapi Boediono memastikan ia sudah melapor ke JK soal kondisi Bank Century. "Saya tidak ingat kata-kata itu. Tapi saya lapor ke Wapres," kata Boediono, Jumat 9 Mei.
Baca juga:
Boediono: Saya Tidak Tahu Pengucuran Dana Century Rp 6,7 T
Kesaksian JK Dalam Sidang Kasus Century Beda dengan Sri Mulyani