Liputan6.com, Jakarta - Pernyataan politisi PPP yang juga mantan Kepala Staf Kostrad TNI AD Mayjen TNI Purn Kivlan Zein terkait keberadaan 13 aktivis 1998 yang hilang, disambut baik sejumlah aktivis dan keluarga korban yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Melawan Lupa. Mereka mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui Kejaksaan Agung memanggil Kivlan Zein untuk memaparkan segala bukti yang dimiliki.
"Presiden dengan wewenangnya untuk segera memanggil Kivlan Zein. Karena dia menyebut, mengetahui peristiwa diculik, ditembak, dan dikuburkan para aktivis itu," kata perwakilan Koalisi Masyarakat Melawan Lupa Hendardi Supandji saat mengunjungi Gedung Wantimpres, Jakarta, Senin (12/5/2014).
Baca Juga
Selain itu, mereka juga mendesak mantan Pangkostrad yang kini Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Letjen TNI Purn Prabowo Subianto menjalankan janji untuk mengklarifikasi tuduhan keterlibatan dirinya dalam tragedi 1998. Seharusnya Probowo bersedia hadir jika dipanggil Kejaksaan Agung untuk memberikan keterangan.
Advertisement
"Prabowo juga sudah menyatakan siap mengklarifikasi. Kami meminta janji itu. Kalau memang ksatria pasti datang," ungkap Hendardi.
Melihat kemungkinan itu, Herdardi beserta aktivis HAM mendesak Presiden SBY melalui Wantimpres untuk segera memanggil Kivlan dan Prabowo guna menjelaskan peristiwa tersebut. "Kami meminta Pak Albert (anggota Wantimpres Albert Hasibuan) menyampaikan kepada presiden."
"Presiden bisa memerintahkan Jaksa Agung untuk memanggil Kivlan Zein dan Prabowo dengan kewenangannya. Harus ada yang memutus satu rantai imunitas, setiap kasus harus ada hukumannya. Memutus imunitas terjadi memang harus ada momentum politik," ucap Hendardi.
Pengadilan HAM Ad Hoc
Tak hanya itu, kedatangan Koalisi Masyarakat Melawan Lupa ke Wantimpres juga mendesak Presiden SBY segera membangun Pengadilan HAM Ad-Hock guna menjerat para pelaku pelanggaran HAM berat 1998. Terlebih, Presiden SBY saat ini berada di ujung masa kepemimpinannya.
"Kami mendesak pada presiden ada satu mandat yang belum diselesaikan mumpung ini masih dalam masa tugas beliau. Tugas itu adalah menyelesaikan kasus HAM berat masa lalu, terutama terkait hilangnya 13 aktivis 1998 lalu," kata Herdandi.
Menurut Hendrardi, salah satu harapan terakhir yang bisa dilakukan Presiden SBY dalam menyelesaikan kasus HAM berat masa lalu, yakni dengan membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc. Sudah tidak ada lagi alasan bagi presiden untuk segera membangun pengadilan itu.
"Adanya rekomendasi DPR untuk dibentuknya Pengadilan HAM Ad Hoc dan ada rekomendasi Ombudsman. Secara yuridis tidak ada yang menghalangi, ini lebih politis. Ini pada masa ujungnya harus memberi kesan terbaik bagi publik dan keluarga korban. Meninggalkan legacy di ujung masa kepemimpinannya," paparnya.
Kedatangan rombongan Koalisi Masyarakat Melawan Lupa diterima langsung anggota Wantimpres Bidang Hukum dan HAM Albert Hasibuan. Pertemuan yang berjalan selama 1 jam itu akhirnya memunculkan rekomendasi.
Koalisi Masyarakat Melawan Lupa sengaja mendatangi Wantimpres karena yakin sampai Presiden SBY sudah tidak menjabat, sulit bisa bertemu. Harapan terkhahir dari para keluarga korban menyampaikan desakan ini melalui Wantimpres.
Albert Hasibuan mengatakan, dirinya akan segera menyampaikan permintaan ini kepada SBY dalam waktu dekat. "Saya akan segera merekomendasikan dan melaporkan kepada Presiden dalam satu minggu ini. Tapi, tetap keputusan ada di tangan Presiden," ucap Albert.
Political Will
Terkiat pernyataan Kivlan yang mengetahui peristiwa penculikan, penembakan, dan pemakanan 13 aktivis 1998, menurut Albert, sebagai langkah politis. Maka itu, Kivlan sebaiknya mendatangi Komnas HAM.
"Kivlan Zein harus mengupayakan datang ke Komnas HAM untuk mengatakan apa yang sebenarnya dengan bukti-bukti. Ke semuanya itu akan membuka tabir misteri yang selama ini kita anggap belum terungkap," kata Albert.
Menurut Albert, pernyataan Kivlan dapat diartikan sebagai political will atau kemauan politik dengan serius untuk dapat menyelesaikan kasus HAM berat yang selama ini tidak juga terungkap. Jika hal ini dapat diungkap dalam waktu dekat, Indonesia bisa memulai segala sesuatunya tanpa harus dibayang-bayangi kasus masa lalu.
"Pernyataan Kivlan Zein adalah suatu usaha untuk mendatangkan political will memecahkan beban sejarah masa lalu yang tidak terpecahkan. Apa yang diketahui dan dialami itu menjadi suatu gambaran tentang usaha melakukan political will dari masyarakat dan pemerintah untuk menebus beban sejarah bisa diakhir dan mulai dengan halaman bersih pada masa depan," paparnya.
Maka itu, kata Albert, upaya pernyataan terbuka merupakan upaya kemauan politik kuat, agar beban sejarah tadi bisa terungkap. "Saya berjanji akan memberikan pertimbangan dan laporan kepada Pak Presiden. Apa yang sudah disampaikan tadi akan saya sampaikan ke Presiden," demikian Albert. (Sss)