Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono, sebagai tersangka pengadaan bus Transjakarta Senin 12 Mei kemarin. Udar bersama 3 jajarannya yang juga menjadi tersangka, mengharapkan bantuan hukum Pemprov DKI.
"Kalau diberikan alhamdulillah. Saya kira kita harapkan pasti bantuan," ujar Udar berharap, di ruangannya di Balaikota DKI Jakarta, Selasa (13/5/2014).
Udar mengaku, saat dipanggil Kejagung Senin kemarin, dirinya masih diperiksa berstatus saksi. Namun, setelah menjalani pemeriksaan berjam-jam, ia langsung ditetapkan sebagai tersangka. Sehingga saat itu, belum menyiapkan penasihat hukum.
Advertisement
Maka itu, Udar tengah menyiapkan berkas pengajuan permohonan penasihat hukum kepada Biro Hukum DKI untuk mendampinginya. Apabila ternyata Pemprov DKI tidak menyiapkan bantuan hukum, pihak Kejagung akan menyiapkan.
"Saya kan baru tersangka, tentu saya harus bawa penasihat hukum. Kalau pensihat itu tidak ada, kejaksaan yang akan siapkan. Penasihat hukum di luar Pemprov, saya belum sampai ke sana, baru menyiapkan berkas," ucap Udar.
Udar menyusul 2 anak buahnya yang lebih dulu berstatus tersangka, yakni R Drajat Adhyaksa dan Setyo Tuhu, dalam kasus dugaan mark up atau penggelembungan proyek pengadaan bus Transjakarta dan Bus Kota Terintegrasi Busway (BKTB) senilai Rp 1,5 triliun.
Penetapan tersangka Udar berdasarkan surat perintah Penyidikan Nomor: Print – 32/F.2/ Fd.1/05/2014, tanggal 09 Mei 2014.
Selain itu, Prawoto selaku Direktur Pusat Teknologi dan Sistem Transportasi di Bidang Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), juga ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print – 33/F.2/ Fd.1/05/2014, tanggal 09 Mei 2014.
Kasus ini berawal dari penemuan bus berkarat pada awal 2014, setelah 656 bus yang dibeli Pemprov DKI tiba di Jakarta. Terdiri dari 346 BKTB dan 346 bus Transjakarta. Namun baru beberapa hari tiba, ternyata 10 BKTB dan 5 bus Transjakarta ditemukan berkarat.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebelumnya mendapat laporan dari inspektorat, mengenai kecurangan dalam pengadaan bus Transjakarta dan BKTB. Kecurangan tersebut diduga adanya lonjakan harga dan penentuan pemenang tender. Harga yang dijual China yakni Rp 1 miliar, namun dalam dokumen tertulis Rp 3 miliar. (Mut)